Mie Bakso Membuat Sektor Riil Tak Mandek

Makanan mie dan bakso merupakan makanan yang sangat dikenal di hampir semua lapisan masyarakat Indonesia, karenanya jenis makanan ini disebut sebagai makanan yang merakyat. Mie dan bakso dapat ditemui di semua tempat baik di perkotaan maupun pedesaan di seluruh nusantara.

Di Jakarta dan kota sekitarnya misalnya, mie dan bakso; dari jenis, menu, sampai merek usaha dagangannya pun sangat beragam. Makanan ini bisa dinikmati dari pedagang keliling sampai restoran mewah yang secara khusus menyajikan mie dan bakso. Ada beberapa brand (merek) mie dan bakso yang terkenal dan punya kesan kuat di masing-masing wilayah di mana warung mie dan bakso itu berada.

Di DKI Jakarta diperkirakan terdapat 78.000 pengusaha mie dan bakso yang melakukan kegiatan usahanya (BPS-2006). Ini merupakan angka yang cukup berarti bagi sektor lapangan kerja dan penyebaran pendapatan bagi masyarakat. Jumlah ini juga menandakan sektor usaha ini ke depan akan terus berjalan seiring perkembangan konsumsi masyarakat.

Dari aspek ekonomi, usaha mie dan bakso merupakan usaha sektor riil yang tidak dapat dibantah menjadi salah satu penggerak roda perekonomian nasional. Sebagai sebuah bidang usaha sektor riil nampaknya pengusaha mie dan bakso perlu mendapat perhatian dan pengelolaan yang lebih tertata, baik dari sisi SDM, pengelolaan usaha, kualitas produksi maupun jumlah produksi usaha ini.

Secara nasional pengusaha mie dan bakso diperkirakan berjumlah sekitar 22% dari 49 juta Usaha Kecil Menengah (UKM) yang ada (BPS-2006). Artinya, pedagang mie dan bakso berjumlah sekitar 10 juta orang. Jika diasumsikan yang bertahan sekitar 60% dari 10 juta, berarti terdapat 6 juta jumlah pengusaha mie dan bakso. Dalam konteks pembangunan ekonomi sektor riil maka jumlah ini sangat potensial dan turut membantu perekonomian nasional.

Jika diasumsikan 6 juta pengusaha mie dan bakso tersebut menghasilkan 50 porsi dalam sehari dengan harga Rp 3500/porsi, maka perputaran uang dalam usaha ini dapat mencapai Rp 1,1 triliun per hari, 27,5 triliun sebulan, atau Rp 330 triliun per tahun. Angka ini tidak berlebihan, bahkan mungkin bisa lebih jika dihitung dari potensi pengusaha mie dan bakso yang berkembang, baik yang berusaha dalam skala kecil maupun besar di seluruh Indonesia.

Melihat besarnya potensi ekonomi dan sosial dari sektor usaha tersebut, maka perlu sebuah wadah berhimpunnya para pedagang mie dan bakso se-Indonesia untuk lebih menopang kegiatan usahanya. Dengan berhimpunnya pedagang mie dan bakso se-Indonesia mempunyai harapan akan memberikan nilai lebih kepada anggotanya, seperti memberikan perlindungan (hukum) bagi anggota yang berhadapan dengan masalah di lapangan, memberikan pelatihan-pelatihan usaha guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta keahlian yang lebih baik, dan meningkatkan kesejahteraan para pedagang yang terhimpun.

Sebuah perhimpunan makin diperlukan keberadaannya, ketika terjadi pemberitaan media massa tentang perbuatan oknum pedagang yang membuat bakso dengan tidak memperhatikan standar pembuatan bakso yang benar. Misalnya daging sapi yang baik dan halal, daging sapi yang sehat dan segar, serta cara pembuatan bakso yang baik dan sehat.

Sebab gara-gara satu dua orang oknum pedagang bakso membuat bakso daging tikus yang pernah ramai diberitakan media massa, berakibat sangat merugikan buat para pedagang mie dan bakso secara umum. Para pedagang bakso yang tidak melakukan perbuatan itu sangat terpukul karena menurunnya minat konsumen maupun omset penjualan.

Ke depan, hal seperti itu diharapkan tidak akan terjadi lagi, karena dengan berhimpunnya para pedagang mie dan bakso, maka mereka akan memiliki standar pengetahuan, keterampilan dan keahlian dalam mengelola usahanya. Standar tersebut dibuat untuk memberikan kepastian kehalalan, kepastian bahan-bahan baku bakso yang segar dan sehat, bahan-bahan yang diteliti di Badan POM, sehingga konsumen akan mendapatkan kenyamanan terhadap apa yang akan dikonsumsi.

Pedagang mie dan bakso yang ada saat ini harus dilihat sebagai potensi ekonomi masyarakat yang besar dan perlu mendapat perhatian. Hal ini perlu dilakukan dengan tujuan agar bisa membantu meningkatkan kesejahteraan para pedangang mie dan bakso, khususnya pedagang yang masih berskala kecil, yang jumlahnya justru paling banyak.

Pedagang mie dan bakso setidaknya telah berperan serta membantu pemerintah dalam melaksanakan Program Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP) melalui pengelolaan, pengembangan dan pemberdayaan pengusaha mie dan bakso.

Salah satu program yang penting dengan berhimpunnya para pedagang mie dan bakso adalah mengusahakan adanya jaminan kesejahteraan bagi anggotanya berupa jaminan kesehatan, jaminan kematian dan jaminan hari tua, dengan mengikutsertakan anggota dalam program Jamsostek. Dengan adanya jaminan kesejahteraan tersebut, maka para anggota sebuah perhimpunan atawa paguyuban lebih memiliki harapan hidup yang lebih pasti. Selama ini para pedagang mie dan bakso terutama yang berskala kecil mengatasi masalahnya sendiri-sendiri dengan berbagai keterbatasannya. Dengan adanya perhimpunan, maka organisasi ini bisa melakukan pendataan dan pembinaan yang menyentuh kebutuhan anggotanya yang berusaha di lapangan.

Caranya, dengan membentuk wadah koperasi. Pembentukan koperasi ini diutamakan bagi para anggota yang masih berskala kecil yang lebih banyak memerlukan dukungan dan bantuan. Selain itu, dibentuk lembaga bantuan hukum (LBH). Dengan terbentuknya LBH dan koperasi, diharapkan semua anggota yang bergabung akan merasa lebih aman dan terlindungi, lebih memiliki harapan dalam berusaha, lebih terarah dalam merintis dan mengembangkan usahanya.

Untuk memperkuat kinerja, perlu pula direkrut berbagi tenaga ahli berbagai bidang yang terkait untuk mengembangkan usaha, seperti tenaga ahli kuliner yang sudah berpengalaman, tenaga ahli pemasaran, tenaga ahli pelatihan kewirausahaan dan lain-lain.

Jika semua upaya dan kinerja ini sesuai dengan keinginan dan target pencapaiannya, maka tidaklah berlebihan kalau pedagang mie dan bakso mendapat penghargaan sebagai salah satu penggerak sektor riil perekonomian nasional.[Teropong » Edisi 101 / Tahun II / Tanggal 26 Mei - 1 Juni 2008]

Label:

0 komentar: