Meneropong Calon Pendamping Mega

Meski masih sulit meneropong siapa calon pendamping Mega, namun jumlah kandidat cawapres yang menjadi incaran PDIP kian mengerucut. JK, Sultan, Akbar, Prabowo, atau Hidayat Nur Wahid?

Pemilu legislatif kian dekat, pertemuan antar tokoh partai politik pun kian ramai. Jusuf Kalla menyambangi PKS (Hidayat Nur Wahid dan Tifatul Sembiring) dan PDIP (Megawati Soekarnoputri); Ketua Dewan Penasehat Partai Gerindra Prabowo Subianto menemui Mega; Partai Demokrat berkunjung ke Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Amanat Nasional; dan Mega pun datang ke acara rutin Partai Persatuan Pembangunan yang dibidani Suryadarma Ali.

Lantas, siapakah yang bakal menjadi pendamping Mega? Nyaris tak ada peluang tentu, kalau kita menyebut ketua umum PKB Muhaimin Iskandar dan ketua umum PAN Sutrisno Bachir. Kedua tokoh ini diprediksi lebih mungkin menjadi pendamping Susilo Bambang Yudhoyono.

Andai kesepakatan Mega-JK untuk “membangun pemerintahan yang kuat”, tak sekadar berhenti sebagai kongkow-kongkow politik, maka jika PDIP memenangi pemilu legislatif maka yang menjadi pendamping Mega adalah JK. Sebab kesepakatan yang diteken di rumah Jalan Imam Bonjol Nomor 66 itu tidak ujuk-ujuk terjadi. Pendahuluannya telah dimulai sejak dua tahun lalu di Tokyo. Kala itu Surya Paloh dan Taufiq Kiemas bertemu dan lalu menggagas Koalisi Kebangsaan, di mana Partai Golkar dan PDIP sebagai pilar utama. Waktu itu, Taufiq Kiemas sudah terang menyatakan jika Golkar menjadi nomor satu dalam pemilu legislatif, maka calon PDIP cukup duduk di kursi RI-2. Begitu pula sebaliknya.

Lagi-lagi, andai itu terjadi maka rajutan koalisi Golkar-PDIP amatlah menarik. Secara kalkulatif, Golkar dan PDIP adalah partai besar. Kelebihan kedua partai ini
dibandingkan dengan partai lainya adalah memiliki jaringan infrastruktur yang
kuat dan tersebar secara merata. Merek politik Golkar-PDIP juga lebih mengakar. Menyatunya Golkar-PDIP akan memberikan rasa kepercayaan diri yang tinggi bagi keduanya untuk memenangi pemilu. Koalisi Golkar-PDIP lebih memberikan jaminan untuk mengantongi tiket pencapresan.

Masalahnya, ide koalisi Golkar-PDIP tampaknya bakal terbentur pada persoalan yang rumit: terutama menyangkut penentuan posisi capres-cawapres. Negosiasi format
capres-cawapres akan alot, sebab baik Golkar maupun PDIP sama-sama mematok posisi capres. Bab pendahuluan yang dibincangkan Taufiq-Surya Paloh akan bergantung pada dinamika politik internal kedua partai tersebut.

Pada akhirnya kalau JK menolak mendampingi Mega, nama Sri Sultan Hamengku Buwono X menjadi incaran berikutnya. Namun, selain modal Sultan tak sebesar JK –yang berarti akan menyulitkan Mega meraih tiket pencapresan, wakil ketua Dewan Penasehat Partai Golkar ini juga masih mengincar kursi presiden. Orang berikutnya adalah Akbar Tandung, yang modal dukungannya dari Golkar nyaris sama dengan Sultan. Bedanya, Akbar tampaknya akan menerima posisi cawapres.

Sementara Prabowo Subianto, yang partainya akan sangat mungkin mampu melengkapi kekurangan suara PDIP (katakanlah PDIP mampu meraup 20% dan Gerindra 5% suara) untuk mendapatkan tiket pencapresan, namun mantan Danjen Kopassus itu masih getol menyuarakan memilih posisi capres.

Walhasil, andai JK, Sultan, dan Prabowo, menolak mendampingi Mega, maka tinggal dua nama yang ditengarai bersedia menjadi cawapres: Akbar Tanjung dan Hidayat Nur Wahid.

Mengusung Akbar Tanjung sebagai cawapresnya Mega, masih merepotkan PDIP karena harus berkoalisi dengan partai lain, setidaknya sekelas PPP namun tokohnya tak hirau dengan urusan cawapres. Sementara kalau PDIP berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera dengan menduetkan Mega-Hidayat, pihak Mega tak perlu repot-repot mencari partai lain untuk menguatkan memperoleh tiket pencapresan. Dengan hitung-hitungan sedikit mengurangi perolehan suara dan kursi pada 2004, kedua partai ini sudah mampu meraih tiket pencapresan. Rasanya PDIP-PKS tak sulit memperoleh 25% suara dan 112 kursi DPR RI pada pemilu legislatif 2009.

Namun, pastinya tunggu pemilu legislatif 9 April 2009 usai. Dan, cawapres pendamping Mega pun akan muncul: mungkin nama orang yang pada mulanya gembar-gembor capres, atau orang yang memang sejak awal bersedia menjadi cawapres. Shodiqin [Polemik, Tahun I, Edisi 4, 23-29 Maret 2009]


[...Selengkapnya]

Label:

Bisnis “Napoleon” pun Terhenti

Ikan napoleon termasuk satwa langka. Indonesia melarang ikan lezat ini diperdagangkan. Dan, bisnis pun terhenti!

Seekor ikan napoleon singgah di perairan dekat Kampung Nendiang, Desa Mapur, Kecamatan Bintan Pesisir, Kabupaten Bintan. “Saya baru saja menyerok ikan ini yang sedang berada di dekat rumah,” ujar seorang nelayan yang biasa dipanggil Udin.

Siang yang cerah menceriakan Udin karena napoleon datang memberi rizki lumayan. Tanpa harus pergi menangkapnya di sela-sela terumbu karang, sesekali jenis ikan ini memang datang ke kampung nelayan yang berada di tepi pantai tersebut. “Seekor napoleon seberat 5 ons ini bisa dijual seharga Rp300 ribu,” katanya. Harga ini setara dengan harga 30 kilogram ikan selar yang didapat dari seharian melaut.

Entah mengapa ikan napoleon bisa bergerak hingga ke pinggiran pantai dekat kampung nelayan. Mungkin karena jarak antara Kampung Nendiang –pusat Desa Mapur, yang berada di Pulau Mapur-- dengan kawasan terumbu karang di pulau tersebut sangat dekat, kira-kira kurang dari satu mil. Dan, ikan ini memang biasa berenang sendiri mencari makan di daerah dekat karang, karena makanannya yang berupa beberapa jenis sea urchin, molusca dan crustacean memang banyak berada pada daerah sekitar karang.

Ikan napoleon (cheilunus undulatus) adalah salah satu ikan karang besar yang hidup pada daerah tropis. Kehidupan hewan ini umumnya sama dengan ikan karang lain yang hidup secara soliter.

Di alam bebas, ikan napoleon dikenal sangat hati-hati terhadap ikan-ikan lainnya. Tapi kalau di taman laut, napoleon menjadi jinak dan dapat disentuh oleh penyelam. Umumnya, ikan ini hidup sendiri-sendiri. Hanya kadang-kadang saja tampak berenang berpasangan, biasanya berkelompok hingga empat ekor.

Pada siang hari ikan napoleon menjelajahi kampung halamannya di area terumbu karang yang indah. Pada malam hari beristirahat di dalam gua terumbu karang atau di bawah langkan karang.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sepanjang hari mereka secara tenang tapi pasti melahap ikan-ikan kecil, kerang-kerangan, bintang laut, teripang, atau cacing laut. Tulang-tulang dekat kerongkongannya (pharyngeal bones) bertindak sebagai geligi kedua yang memecahkan, menggiling, dan membantu dalam pemrosesan makanan. Masa hidup ikan napoleon yang bisa mencapai ukuran panjang 2 meter itu belum banyak diketahui orang. Namun, ikan ini dipercaya bisa hidup sampai 50 tahun dengan bobot mencapai 180 kilogram.

Ikan yang kurang popular di Indonesia ini digemari warga Hongkong. Napoleon menjadi makanan bergengsi, hingga para taoke harus belanja ke negeri kepulauan ini. Di kalangan pecinta makanan ikan laut di Hongkong, ikan ini benar-benar sajian favorit. Kabarnya, dagingnya sangat lezat dan lembut. Di sana, ikan pun menjadi simbol status sosial dan ekonomi bagi penyantapnya. Menu ikan yang di Hongkong disebut sio moy ini biasanya dihidangkan pada acara atau peringatan khusus, seperti pesta ulang tahun kelahiran atau perkawinan.

Permintaan tertinggi terjadi pada Hari Ibu. Barangkali itu bentuk penghargaan yang tinggi pada kaum ibu. Sajian ikan ini pun sering pula hadir saat ada jamuan makan dengan relasi bisnis. Harga napoleon mencapai US$ 100 per kilogram.

Sayangnya, para pencari ikan napoleon kerap menggunakan cara-cara terlarang, misalnya menyemprotkan potasium sianida ke tempat-tempat napoleon bersembunyi, atau membongkar terumbu karang tempat si napoleon ngumpet.

Buntutnya, para pecinta terumbu karang dan penghuninya teriak kencang. Pemerintah negara-negara yang wilayahnya menjadi habitat ikan napoleon segera menerapkan larangan penangkapan ikan napoleon. Indonesia dan Filipina, dua negara pemasok utama ikan napoleon ke Hongkong, menempatkan ikan napoleon sebagai satwa yang haram diperdagangkan.

Penangkapan diizinkan Menteri Pertanian untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pembudidayaannya. Nelayan tradisional juga diizinkan menangkap menggunakan alat dan tata cara yang tidak merusak sumber daya alam. (SK Menteri Pertanian No. 375/Kpts/IK.250/5/95). Sementara SK Menteri Perdagangan No. 94/Kp/V/95 disebutkan larangan mengekspor ikan napoleon dalam keadaan hidup atau mati, bagian-bagiannya, maupun barang-barang yang terbuat dari ikan tersebut.

Entah negara lain yang diam-diam memasok ikan napoleon ke Hongkong. Di antaranya Australia, Cina, Malaysia, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Thailand, dan Vietnam. Shodiqin

Kerajaan “Napoleon” di Indonesia
Ikan napoleon hidup di wilayah perairan terumbu karang Indo-Pasifik (Asia Tenggara dan Pasifik) dengan kedalamam 2-60 meter. Tempat favorit mereka adalah gua, celah, atau laguna di perairan terumbu karang. Bisa dimengerti, kebiasaan hidup di laut yang bersih, indah dan nyaman, menjadikannya stres bila dipaksa hidup di rantau orang. Tak terkecuali yang baru menetas.

Siklus hidup bangsa ikan napoleon tergolong unik. Ada dua tipe, yakni yang terlahir sebagai jantan dan tetap sebagai jantan sejati sampai akhir hayat, dan ikan napoleon yang memulai hidup sebagai betina dan dalam masa kehidupan berikutnya berubah fungsi sebagai jantan. Perubahan menjadi jantan biasanya terjadi setelah berumur 5-10 tahun atau berbobot badan kurang dari 10-15 kilogram.

Jenis ikan napoleon termasuk satwa langka. Kalau terumbu karang rusak, ikan napoleon bisa kehilangan tempak tinggal dan dikhawatirkan punah. Padahal, ikan ini sulit dikembangbiakkan di luar habitatnya. Kalau cuma untuk hidup, bisa saja di miniatur laut seperti yang ada di Sea World Indonesia: di sana ada beberapa ekor ikan napoleon. Namun, penelitian Loka Budidaya Air Payau Situbondo menyebutkan, peluang ikan ini bisa beranak pinak di kolam percobaan sangat kecil. Meski telah berhasil dipijahkan, tingkat survival ratenya hanya 2-3%.

Di perairan Indonesia, kita dapat menemukan kerajaan “napoleon” hidup di sekitar daerah Irian (raja empat), perairan Sulawesi Tenggara (kabupaten Buton, perairan Wakatobi), perairan Sulawesi Utara (Bunaken), perairan Nusa Tenggara (Sikka), perairan Sulawesi Selatan (Takabonerate), perairan Maluku, Kepulaun Riau, dan lain-lain. Shodiqin [Polemik, Tahun I, Edisi 4, 23-29 Maret 2009]


[...Selengkapnya]

Label:

Serba Pulau Nan Indah

Kalau anda mau melancong dengan memuaskan mata memandang hamparan laut luas, dikelilingi hijau pohon yang membentang di ketinggian bukit-bukit, maka datanglah ke Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo. Dari bibir pantai, anda bisa menikmati keindahan alam itu!

Embusan angin segera menerpa wajah begitu memasuki Pantai Bolihutuo. Gulungan ombak yang berkejaran, terlihat memutih, dan menghias samudera yang membiru. Hamparan pasir putih yang menyelimuti kawasan sekitarnya, serta rindangnya puluhan pohon pinus menambah indahnya suasana.

Pantai Bolihutuo, biasa disebut Pantai Boalemo Indah, adalah pantai berpasir putih dengan suasana rindang. Pohon-pohon pinus besar membuat teduh pinggiran pantai yang sesekali dikunjungi turis manca negara ini. Lokasi wisata pantai Boalemo Indah terletak di Jalan Trans Sulawesi, tepatnya di Desa Bolihutuo, Kecamatan Botumoito, 32 kilometer dari Tilamuta, ibukota Kabupaten, atau 30 menit menggunakan angkutan umum.

Tempat ini seperti layaknya surga yang dapat memberikan kenyamanan dengan tingkat keamanan yang memadai. Suasana Bolihutuo begitu memanjakan hidup dan memberikan nuansa romantis tersendiri bagi pasangan muda, dengan pemandangan laut lepas --gulungan ombak yang berkejaran terlihat memutih, menghias samudera yang membiru-- dan pasir putih nan menawan. Keindahan pantai ini ibarat mutiara kepariwisataan yang terhampar di pesisir Teluk Tomini.

Penasaran akan ragam wisata di daerah yang baru menjadi Kabupaten pada 1999 ini, tamasya pun bisa dilanjutkan. Pergilah ke pulau berpasir putih yang berada di tengah laut, dengan jarak tempuh 5 kilometer dari ibukota Kabupaten atau 10 menit menggunakan angkutan umum.

Saat menuju ke sana, bisa mampir dulu ke rumah makan di kawasan pelabuhan Tilamuta, tempat pelelangan ikan yang berada di seberang gugusan pulau berpasir putih tersebut. Debur ombak pantai Tilamuta yang terhubung dengan perairan Teluk Tomini, menjadi musik indah mengiringi lidah merasakan kelezatan ikan baronang bakar sambil menyaksikan perahu-perahu nelayan yang hendak pergi melaut. Sesampai di pulau pasir putih, kita nikmati kerlap kerlip pasir putih sekaligus berjemur di bawah sinar matahari.

Pulau lainnya yang cukup unik adalah Pulau Lahumbo atau Pulau Paniki. Keunikan pulau ini adalah terdapatnya ratusan ribu kelelawar, yang menjadikan pulau itu nampak hitam di kejauhan. Masih ada lagi tempat yang menarik untuk dikunjungi adalah Taman Laut Pulau Bitila. Taman Laut ini memiliki keindahan terumbu karang dan beragam biota laut. Menurut penelitian para ahli pariwisata, keindahan Taman Laut Pulau Bitila dua kali lebih indah daripada keindahan Taman Laut Bunaken.

Jadi, tak usah menunggu to? Apalagi bagi orang-orang yang sesekali pergi ke Gorontalo. Orang bilang, jangan mengaku pernah ke provinsi Gorontalo kalau tak singgah di Boalemo. Soalnya, banyak keunggulan Gorontalo ada di sana. Sebutlah, Gorontalo sebagai provinsi Agropolitan, ya unggulannya, yakni jagung, bertumpu pada Kabupaten Boalemo. Begitu pula dengan wisata, keindahan alam yang berpotensi menarik wisatawan, berada di Boalemo. Bagi para pelancong, Boalemo adalah tempat wisata yang tak cukup hanya sekali dikunjungi!

Mau melancong ke Boalemo? Dari Bandara Jalaluddin Provinsi Gorontalo, anda cukup menghabiskan waktu dengan menggunakan angkutan umum sekitar 2 jam, untuk sampai di Tilamuta, ibukota Kabupaten Boalemo. Selanjutnya, anda cukup naik bentor (becak motor) ke mana pun anda bepergian.

Nah, kalau anda datang lagi tahun depan, barangkali suasana gugusan pulau berpasir putih yang berada di tengah laut, yakni di perairan Desa Lamu, Kecamatan Tilamuta, di sana sudah menjadi kawasan khusus bagi turis asing. Mungkin pemandangan kosong di hamparan pasir putih itu akan berubah seperti Bali: banyak bule berjemur di bawah terik matahari yang hangat. Shodiqin [Polemik, Tahun I, Edisi 3, 16-22 Maret 2009]


[...Selengkapnya]

Label:

Sepi Cawapres

Suwung atawa sepi. Begitulah barangkali kita menjuluki pasar cawapres yang belum moncer. Puluhan tokoh yang populer di negeri ini berkoar berebut capres. Tulisan ini barangkali dapat menggugah hasrat beberapa tokoh nasional itu yang hanya diidamkan menjadi cawapres.

Tingkat popularitas dan elektabilitas calon presiden (capres) nyaris tetap, tak berubah. Di urutan pertama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), disusul Megawati Soekarnoputri dan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Andai ada capres alternatif yang bisa sedikit mengganggu ketiga kandidat capres tersebut adalah Rizal Ramli.

Nama Prabowo Subianto, Wiranto, Jusuf Kalla dan Yusril Ihza Mahendra tergolong tak pantas maju capres. Keempat kandidat capres yang “diusung” oleh partainya masing-masing itu, lebih pantas di posisi calon wakil presiden (cawapres).

Prabowo Subianto berada di posisi paling atas, menempati tingkat kepantasan menjadi wakil presiden 2009-2014, dengan angka 54,9%; disusul Sultan 53,3%, Wiranto 50,6%, Jusuf Kalla 45,1%, Hidayat Nur Wahid 44,3% dan Yusril Ihza Mahendra 37, 9%. (Hasil survei LSN, Oktober 2008).

Jika merujuk pada hasil survei empat lembaga: CSIS, LP3ES, LIPI dan Puskapol UI, yang baru dirilis pekan lalu, maka di luar nama SBY dan Mega, hanya pantas berada di posisi cawapres.

Coba simak, hasil survei empat lembaga tersebut menyatakan, Partai Demokrat menempati urutan teratas dengan 21,5%; PDIP 15,21%; Partai Golkar 14,27%; PPP 4,15 persen; PKS 4,07%; PKB 3,25%; PAN 2,91% dan Gerindra 2,62%. Sementara capres: SBY masih menjadi capres terkuat dengan 46%, diikuti Megawati 17%, Sultan 4,7%, Prabowo Subianto 4,6%, Wiranto 3,6%, Amien Rais 2,2%, Hidayat Nur Wahid 2,1%, dan Jusuf Kalla 1,9%.

Jusuf Kalla yang menyatakan maju capres karena partainya besar, berada pada posisi ketiga dari hasil survei, pun harus mawas diri bahwa secara personal dia berada pada urutan buntut dari delapan tokoh nasional yang disurvei empat lembaga tersebut. Angka 1,9% sangat mengkhawatirkan andai JK benar-benar nekad maju capres.

Lantas, siapa nama cawapres yang bakal diunggulkan para capres? Prabowo, Sultan, JK, Hidayat Nur Wahid, atau Akbar Tandjung? Tampaknya Mega membuka kesempatan lebih luas, meski pilihan akan lebih dekat kepada Prabowo, Sultan, atau JK. Prabowo dan JK punya modal, sedangkan Sultan memiliki popularitas dan elektabilitas lebih tinggi jika dipasangkan dengan Mega.

Sementara buat SBY --andai JK benar-benar menolak menjadi cawapresnya-- kemungkinan memilih kembali pasangan dari Partai Golkar tipis. Kalau begitu, Sultan dan Akbar Tandjung juga tak akan dipilih SBY. Sedangkan Prabowo kurang memungkinkan dipasangkan dengan SBY karena sama-sama berlatar belakang militer.

Dari kelima nama cawapres yang disebut tadi, Hidayat Nur Wahid bisa menjadi pilihan satu-satunya cawapres SBY dari kalangan partai. Namun, manuver zigzag JK ke beberapa partai, termasuk PKS, bisa menghentikan kemungkinan pemasangan SBY-Hidayat. Karena itu, peluang cawapres non partai terbuka buat SBY: nama yang pernah muncul adalah Sri Mulyani Indrawati.

Namun begitu, bursa kandidat cawapres masih sepi. Semua tokoh yang berpeluang memimpin negeri subur tapi tak makmur ini belum tertarik melirik cawapres. Capres lebih menantang buat mereka, hingga bermimpi menjadi presiden lebih baik daripada menjadi wakil presiden dalam kenyataan.

Mungkin mereka perlu belajar “ngelmu kasunyatan”: ilmu kenyataan, yang tidak hanya mengajarkan legowo, tapi juga mengajarkan bagaimana kita cerdas melihat apa yang terjadi di sekitar kita dan menjadikannya sebagai pelajaran hidup. Ngelmu kasunyatan juga mengajarkan kepada kita untuk tidak terlalu banyak berkoar, sombong, mengumbar janji, dan asal nekad! Shodiqin [Polemik, Tahun I, Edisi 3, 16-22 Maret 2009]


[...Selengkapnya]

Label:

Rumput Laut Komoditi Unggul

Rumput laut adalah komoditas strategis: sebagai sumber pangan sekaligus energi. Pasar dunia menanti pasokan lebih banyak dari Indonesia.

Indonesia memiliki luas area potensial untuk budidaya rumput laut seluas 1.110.900 hektar. Namun lahan yang digunakan budidaya rumput laut hanya 222.180 hektar atau sekitar 20 persen. Padahal pangsa pasar sangat terbuka dan menguntungkan.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menyadari terbukanya peluang memasok rumput laut ke pasar dunia, karena itu DKP menargetkan volume ekspor rumput laut tahun ini naik dari tahun sebelumnya. Volume ekspor rumput laut naik 12,5 persen atau 12,59 juta ton pada 2008. Saat ini, Indonesia menjadi penghasil rumput laut terbesar dengan produksi mencapai 87,75 juta ton atau senilai US$ 50,11 juta dolar AS di tahun 2007.

Indonesia mengekspor rumput laut dalam bentuk bahan baku ke Cina, Korea, Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat. Oleh sebab itulah, pemerintah berharap ekspor tidak lagi dalam bentuk bahan baku, tapi minimal dalam bentuk chip (ekstrak). “Hal ini bisa tercapai melalui pembentukan kluster rumput laut di Indonesia,” kata Martani Huseini, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) DKP, Senin pekan lalu.

Ekspor rumput laut menyumbang 36 persen dari total ekspor perikanan yang mencapai Rp 30 trilyun. Dengan kontribusi yang besar, DKP pun mengembangkan kluster rumput laut, mulai budidaya sampai industri pengolahan.

Komisi Rumput Laut Indonesia (KRLI) menyambut baik rencana pemerintah mengembangkan kluster. Sistem kluster diharapkan bisa mengontrol: mulai dari bibit, pengeringan, sampai pemasaran. “Sistem kluster juga bisa mendorong daerah mempunyai merek rumput laut yang dihasilkan dan harganya lebih mahal,” ujar Ketua KRLI W Farid.

Harga dalam bentuk bahan baku Rp 5.000/kg, namun jika diolah harga naik berkali lipat. Sebagai contoh, harga dalam bentuk chip atau ekstrak rumput laut US$ 3,1 atau sekitar Rp 29.140/kg. Jika diolah menjadi tepung karaginan, harga rumput laut bisa mencapai US$ 10 atau sekitar Rp 94.000/kg.

Jenis rumput laut yang diminati pasar adalah jenis euchema spinosum, euchema cottonii dan gracilaria sp. Selain sebagai bahan pangan, obat dan kosmetik, berdasarkan hasil penelitian rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi, yaitu sebagai bahan biofuel.

Keberadaan rumput laut sebagai sumber alternatif energi merupakan hal baru yang harus didukung dan dikembangkan. “Selain sebagai sumber pangan keberadaan rumput laut sebagai sumber energi dan industri kosmetik harus terus dipromosikan,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi pada pembukaan Seaweed International Business Forum and Exhibition Kedua di Makassar, Sulawesi Selatan, Oktober tahun lalu.

Rumput laut memiliki beberapa keunggulan, antara lain peluang ekspor terbuka luas, harga relatif stabil, dan belum ada kuota perdagangan bagi rumput laut. Disamping itu, teknologi pembudidayaannya sederhana, siklus pembudidayaannya relatif singkat, kebutuhan modal relatif kecil, dan rumput laut adalah komoditas yang tak tergantikan, karena tidak ada produk sintetisnya. Usaha pembudidayaan rumput laut adalah padat karya, sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Sedangkan kegunaannya luas, dan dekat sekali dengan kehidupan manusia.

Mengkonsumsi rumput laut dapat mencegah kanker. Sebab, rumput laut mengandung serat, selenium dan seng yang tinggi sehingga dapat mereduksi estrogen. Disinyalir level estrogen yang terlalu tinggi dapat mendorong timbulnya kanker. Penelitian yang dilakukan terhadap penderita kanker di Amerika Serikat menunjukkan bahwa wanita yang melakukan diet ketat dengan mengkonsumsi serat tinggi dan mengurangi asupan lemak dari daging dan susu mempunyai level estrogen yang rendah.

Penelitian Harvard School of Public Health Amerika Serikat membuktikan, pola konsumsi wanita Jepang yang selalu menambahkan rumput laut dalam menu makannya, menyebabkan wanita premenopause di Jepang mempunyai peluang tiga kali lebih kecil terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita Amerika Serikat.

Secara kimia rumput laut terdiri dari air (27,8%), protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%) serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Rumput laut juga mengandung enzim, asam nukleat, asam amino, vitamin (A,B,C,D, E dan K) dan makro mineral seperti nitrogen, oksigen, kalsium dan selenium serta mikro mineral seperti zat besi, magnesium dan natrium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral rumput laut mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat. Shodiqin

Lezat, Menyehatkan, Produksi Melimpah
Mengkonsumsi rumput laut amat menyehatkan. Jadi, bagi Anda yang ingin tampil cantik, muda, sekaligus sehat? Solusinya adalah mengkonsumsi rumput laut dengan berbagai produk olahannya.

Bagi masyarakat, rumput laut biasa dikonsumsi sebagai bahan makanan bergizi. Bagi pengusaha bidang kesehatan, rumput laut telah digunakan sebagai bahan pembuatan obat-obatan dan suplemen makanan serta difortifikasi ke produk pangan untuk meningkatkan nilai jual produk tersebut. Jenis rumput laut yang digunakan untuk pembuatan obat adalah alga coklat, khususnya sargasum dan turbinaria. Pengolahan rumput laut jenis ini menghasilkan ekstrak berupa senyawa natrium alginat. Senyawa alginat dimanfaatkan dalam pembuatan obat antibakteri, anti tumor, penurunan darah tinggi dan mengatasi gangguan kelenjar.

Karena itu, memperbanyak budidaya rumput laut menjadi penting. Produksi rumput laut secara nasional mencapai 910.636 ton (2005), 1.079.850 (2006), dan 1.900.000 ton sasaran pada tahun 2009.

Budidaya rumput laut tersebar di semua lautan di Indonesia. Siswa-siswi SLTP dan SMK Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, telah bertahun-tahun membudidayakan rumput laut. Begitu pula masyarakat pesisir di Jawa Tengah seperti Pekalongan, Pemalang, dan Cilacap. Di Jawa Timur, masyarakat Situbondo dan pulau Madura juga membudidayakan rumput laut. Hal yang sama dilakukan masyarakat pesisir Cirebon dan Kepulauan Seribu. Di pulau-pulau lainnya, masyarakat pesisir Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Papua, juga membudidayakan rumput laut.

Jadi, tinggal bagaimana pemerintah memfasilitasi agar rumput laut menjadi komoditi utama. Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi berjanji akan mengembangkan kebun bibit di sejumlah daerah, diantaranya Bali, NTB, NTT, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Maluku, dan Papua. Sudah berhasilkah? Shodiqin [Polemik, Tahun I, Edisi 3, 16-22 Maret 2009]


[...Selengkapnya]

Label:

Berebut Tiket Capres

Semua kandidat capres 2009 masih menunggu hasil pileg April mendatang. Namun, prediksi perolehan kursi dan suara pileg tampaknya bahwa semua kandidat yang mau bertarung di pilpres harus berkoalisi.

Pasca kesiapan Jusuf Kalla (JK) menjadi calon presiden (capres) Partai Golkar, peta kandidat yang bakal mendapat tiket nyapres berubah. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bakal dihantui problem ticketing. Jika SBY tak menemukan partai koalisi yang mampu mengantar sebagai capres, maka ia akan tamat sebelum bertanding. PKS yang tadinya condong ke SBY, kini mulai melirik JK begitu posisi cawapres akan diberikan kepada Hidayat Nur Wahid: atawa PKS sedang menjajaki saja dan bisa tiba-tiba berpaling ke partai lain.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih limbung bergantung pada arah angin politik yang akan menguntungkannya. Sementara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) diragukan mampu memperoleh suara signifikan sehingga tak cukup berperan mendorong SBY nyapres. Apalagi Partai Bulan Bintang (PBB), diragukan mampu melengkapi perolehan suara pemilu legislatif (pileg) menjadi 25% jika Partai Demokrat, PKB dan PBB berkoalisi mengusung SBY. Sama saja dengan kemungkinan perolehan kursi yang harus mencapai 20%.

Posisi JK untuk nyapres juga belum aman. Ketua Umum Partai Golkar ini masih harus berhadapan dengan gerilya Sultan Hamengku Buwono X. Keberadaan Sultan sebagai raja Yogyakarta yang akan memimpin Indonesia merupakan nilai plus tersendiri, sebab Sultan mau memimpin negeri ini tanpa pamrih “kekuasaan”: harta, tahta, wanita. Sedangkan JK adalah saudagar yang selama menjadi menteri dan wapres dipandang kerap memerankan dirinya sebagai sang pedagang. Kalau orang-orang Golkar membuka mata, maka JK akan terhalang nyapres oleh kerakusannya sendiri. Kekuatan JK ada pada HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Connection. Meskipun menurut pengalaman, para aktivis HMI itu tak dapat sepenuhnya dipercaya. Loyalitas mereka bisa tiba-tiba goyah oleh iming-iming kepentingan politik dari kubu lain yang lebih menarik. Tengok saja ketika Akbar Tandjung terjungkal dari pusaran kekuasaan Partai Beringin. Boleh di bilang, si Abang yang piawai memimpin Golkar kala itu tiba-tiba “mati kutu” tak ada yang membantu: ke mana para aktivis HMI? Nah, dalam konteks rebutan capres Golkar menunjukkan bahwa posisi JK juga belum aman, begitu pun dengan Sultan.

Secara riil politik, Megawati Soekarnoputri juga masih menunggu hasil pemilu legislatif; apakah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memperoleh suara seperti pada pemilu 2004 hampir 20% sehingga tak sulit maju nyapres hanya dengan menggandeng partai kecil. Masalahnya, apakah PDIP mampu mempertahankan suara sementara partai-partai baru yang lahir dari “rahim PDIP” juga akan menggerogoti suara PDIP.

Jadi, masing-masing kandidat capres masih risau untuk merebut tiket capres. Siapa yang bakal menjadi kandidat presiden 2009? Apalagi, alat ukur untuk memprediksi kemungkinan perolehan suara partai politik dan juga perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan berbagai indikatornya, kian sulit didapatkan dari lembaga-lembaga survei. Pangkal soalnya, lembaga-lembaga survei yang selama ini sudah dikenal masyarakat justru menghasilkan perolehan suara partai politik yang berbeda-beda. Yang unggul dari survei Lembaga Survei Indonesia adalah Partai Demokrat; yang unggul dari survei Lingkaran Survei Indonesia adalah PDIP; dan yang unggul dari survei Indo Barometer adalah Partai Golkar.

Nah, tambah rumit bukan? Karena itu, sabarlah menunggu hasil perolehan suara partai politik pasca pileg. Dari sinilah koalisi pencapresan baru dapat ditentukan: siapa berpasangan dengan siapa dan dengan kepentingan apa. Shodiqin [Polemik, Tahun I, Edisi 2, 9-15 Maret 2009]
[...Selengkapnya]

Label:

Surga Kepulauan Nan Memesona

Gugusan pulau-pulau membentang luas di semua wilayah kabupaten Maluku Tenggara Barat. Tentu saja laut mengitari pulau-pulau yang indah itu berikut kekayaannya yang luar biasa. Sayangnya, hampir separuh warga yang mendiami “surga kepulauan” ini masih miskin.

Pesona laut di wilayah Maluku Tenggara Barat (MTB) begitu mempesona. Ia juga menawarkan beragam suasana, kadang berupa hentakan gelombang ganas yang menakutkan dan kadang pula tampak anggun dan menenteramkan. Sementara di dalam laut yang bening membiru itu terdapat segala jenis spesies ikan dan kekayaan tiada tara.

Wilayah MTB adalah bagian dari pusat keragaman hayati laut di dunia (epicenter of the world marine biodiversity). Ini memungkinkan karena letaknya sangat strategis di antara dua samudera (Hindia dan Pasifik). Secara geografis posisi ini kemudian membentuk suatu bio-ekoregion yang berada di dalam suatu jaringan segitiga terumbu karang (coral triangle) bersama kawasan laut lainnya di dunia. Posisi laut banda yang berhubungan langsung dengan laut pulau yang ada di wilayah MTB sangat menguntungkan karena menjamin tingkat kesuburan perairan yang terus menerus dan merupakan barier terhadap ancaman habitat laut oleh perubahan klimat yang ekstrim (naiknya suhu permukaan air laut karena elNino).

Luas wilayah MTB 125.442 kilometer, terdiri dari bentangan laut seluas 110.838,4 km dan daratan 14,584 km atau 88,37% adalah wilayah laut. Penduduknya tinggal di 88 pulau dari 133 pulau yang ada. Wilayah laut mengandung sejumlah sumber daya yang dapat dimanfaatkan langsung maupun tidak langsung. Sumber daya yang terdiri dari sumber daya yang terbarukan (hayati) tetapi juga yang tidak terbarukan (non-hayati) seperti ombak, angin, mineral, dan berbagai jasa kelautan yang dapat dikembangkan.
Wilayah laut MTB juga adalah bagian daerah hunian dan hampir 10 kali lipat jumlah jenis terumbu karang yang ada di laut Karibia (atlantik). Selain itu, MTB merupakan bagian dari perairan Indonesia Timur yang menyimpan hampir 0,25% jumlah jenis (species) ikan dunia. Kekayaan ini tersebar di empat gugusan kepulauan yang ada sehingga diharapkan dapat berperan sebagai sentra produksi unggul.

MTB menjadi alur migrasi (migration corridors) sejumlah hewan laut berukuran besar seperti ikan paus, lumba-lumba, hiu, pari, duyung, dan berbagai jenis ikan permukaan (pelagic) yang besar seperti ikan layar dan tuna. Hal ini memungkinkan karena laut dalam disertai dengan teluk sempit antar pulau yang kemudian menjadikan perairan ini sebagai tempat ideal untuk mencari makan (feeding), berkembang biak (breeding), menyusui (calving), dan bersarang (nesting).

Meski demikian, potensi kekayaan ini belum dapat dimanfaatkan secara baik dan maksimal untuk kesejahteraan masyarakat. Ini tergambar dari angka keluarga miskin dan penduduk miskin yang masih tinggi, yakni 43,55% dan 46,23%. Keluarga miskin dan penduduk miskin tersebar pada semua kecamatan di MTB.

Bupati MTB Bitzael Sylvester Temmar mengakui hal itu. Karena itu, pihaknya sudah menyiapkan model pembangunan perikanan-kelautan, yakni dengan mengindentifikasi potensi laut dan pesisir, rehabilitasi lingkungan laut, pengaturan tata ruang dan wilayah pesisir, eksploitasi sumber daya laut, dan peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya nelayan. “Langkah ini menjadi bagian dari blue print membangun MTB ke depan,” ujar Temmar di ibukota MTB, Saumlaki.

Warga yang mendiami surga kepulauan ini juga berharap agar MTB benar-benar menjadi surga kepulauan bagi semua orang. “Potensi ekonomi tinggi, tapi perlu pengelolaan yang lebih baik. Dari kekayaan laut saja sudah cukup membebaskan warga sini dari kemiskinan, apalagi jika potensi wisata bahari juga diragap,” ujar warga Saumlaki, Evert Makupiola. Shodiqin/ Maluku Tenggara Barat [Polemik, Tahun I, Edisi 2, 9-15 Maret 2009]


[...Selengkapnya]

Label:

Polemik PKS Populerkan Jaipongan

Isu “pelarangan” jaipongan berbuah polemik. Namun, dari situ nama kesenian khas Sunda ini justru terkerek, moncer!

Siapa sangka Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang notabene tak begitu akrab dengan tari jaipongan, malah mengangkat nama kesenian yang berbasis pada ketuk tilu itu. Gara-garanya, muncul isu “pelarangan” jaipongan dari petinggi Jawa Barat, Gubernur Ahmad Heryawan. Kader PKS ini pun menjadi sasaran kritik, hingga kemudian ancaman menarik dukungan kepada PKS untuk Pemilu 2009 merebak.

Drama “pelarangan” pun selesai setelah para seniman Jawa Barat duduk bareng dengan Gubernur. “Polemik jaipongan sudah selesai,” kata Ahmad Heryawan akhir Februari lalu. Hal senada dikatakan pencipta jaipongan Gugum Gumbira. “Kita dengan bapak gubernur sudah clear. Tidak ada himbauan, tidak ada larangan dari bapak gubernur,” ujarnya.

Selama isu itu bergulir, nama tari jaipongan membahana. Isu “pelarangan” jaipongan yang kemudian memunculkan polemik berkepanjangan di ruang-ruang media massa dan kelompok kesenian jaipongan, seolah justru menjadi wahana efektif mengangkat nama seni jaipongan yang telah meredup.

Seni jaipongan meredup karena di lingkungan seniman sendiri muncul gejala redup sebagai indikasi sakitnya budaya tradisi. Di sisi lain, pemerintah daerah tidak berpihak penuh mendorong seni jaipongan. Sementara itu, seni jaipongan kerap dibuat ngadat akibat stigma subyektif yang dilemparkan pihak-pihak yang mengalami gegar budaya.

Faktor lain yang meliputi goyang, geol, dan gitek (3G) dalam olah gerak jaipongan acap digunakan sebagai alat atau tuduhan untuk memperlambat akselerasi seni tradisi ini. Malah, ada pihak yang secara subyektif melabelkan 3G sebagai manifestasi erotisme terhadap penari jaipongan.

Berbagai stigma dan kurangnya pemihakan membuat langkah jaipongan semakin meredup. Jaipongan terasingkan oleh pejabat daerahnya sendiri sehingga geregetnya kian pudar. Terbukti, pentas-pentas jaipongan di tengah masyarakat, acara pemerintahan, acara hotel, dan kegiatan di sekolah, semakin jarang dilakukan.

Beruntung, masih ada festival jaipongan yang digelar. BTM Art Festival yang diadakan di Bandung Trade Mal (BTM), Jalan Kiaracondong, Kota Bandung, 15-21 Februari lalu, diikuti 200 peserta dari Bandung Raya, Purwakarta, Subang, Karawang, Bogor, Sukabumi, dan berbagai daerah di Jawa Barat. Festival jaipongan untuk semua usia itu setidaknya mampu mengangkat kembali semarak jaipongan yang sedang redup.

Panggung Jaipongan di Kolong Jembatan
Jaipongan terus hidup berkat jasa para seniman tulen, yang justru berpenghasilan pas-pasan sekadar untuk hidup. Tapi bagi mereka, hidup tanpa jaipongan serasa kering, tak bermakna.

Tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak dinamis ini lebih banyak bergerak di kawasan yang terpinggirkan. Tangan, bahu, dan pinggul yang selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak yang lincah para penari perempuan yang menebar senyum dan kerlingan mata, hanya dapat disaksikan pada saat grup jaipongan keliling menghampiri rumah kita dan atau di panggung jaipongan di kawasan kumuh.

Mereka para seniman beneran rela hidup seadanya dan seirit mungkin. Bagi para penjaja tari jaipongan, mereka berkeliling Jakarta dengan menumpang angkot atau bus umum. Bekal minum dibawa dari kontrakan, dan makan di warung murah semacam warteg (warung Tegal).

Sedangkan para pelestari jaipongan yang gampang dijumpai adalah grup yang manggung di Jatinegara. Di kolong jembatan bypass Jatinegara, Jakarta Timur, penonton menikmati goyangan para penari jaipongan. Di sana, denyut kehidupan malam terasa oleh musik yang membahana dari perangkat pengeras suara, mengiringi goyangan pinggul tujuh penari berkebaya di atas panggung kayu. Orang-orang yang lewat banyak yang berhenti menatap aksi di atas panggung berukuran 3 meter x 3 meter.
Mirip gemerlapnya para penari di gedung pertunjukan, penari jaipongan di panggung kios itu tampil dengan riasan tebal, bulu mata palsu, pulas mata kelap-kelip, serta lipstik merah manyala. Juga, sanggul besar, kebaya, dan kain jarik ketat.
Itulah para seniman jaipongan yang hidup dengan sepenuh hati berjaipongan. Meski rata-rata pendapatannya kecil, Rp 20 ribu per orang setiap manggung, namun semangat untuk terus menghidupkan seni jaipongan tak pernah mati! Shodiqin [Polemik, Tahun I, Edisi 1, 2-8 Maret 2009]


[...Selengkapnya]

Label:

Jaipongan Tanpa Gitek, Geol, Goyang?

Ketika isu pelarangan jaipongan berembus kencang, istilah gitek, geol, goyang, juga mencuat populer. Mungkinkah jaipongan tanpa 3G?

Sebagian pelaku seni di Jawa Barat menyoal wacana pengurangan unsur 3G (gitek, geol, goyang) dalam jaipongan. Koreografer muda, Datam Ali Topan, menyatakan bahwa esensi dan nilai seni tari jaipongan meliputi unsur 3G tersebut. Seni tari jaipongan tidak bisa disamakan dengan seni tari tradisional Sunda lainnya, seperti tari klasik.

“Jika seni tari jaipongan dikurangi unsur 3G-nya, lama kelamaan maka seni tari ini akan hilang. Padahal seni tari jaipongan merupakan salah satu ikon seni Jawa Barat dan selama ini turut membawa nama harum Jawa Barat,” ujar Topan awal Februari lalu di Bandung.

Hal senada disampaikan staf pengajar STSI Bandung Mas Nanu Muda, yang menyoroti bahwa telah terjadi kemunduran andai unsur 3G dalam seni jaipongan dihaluskan. “Kalau ada instruksi semacam itu, berarti telah terjadi pemasungan kreativitas seniman, khususnya seniman tari jaipongan,” katanya.

Benarkah penghalusan 3G memasung kreativitas? Pencipa jaipongan Gugum Gumbira menepis anggapan tersebut. Kalau persoalan halus, mungkin mereka sebagai apresiator meningkatkan nilai-nilai yang tidak terlalu vulgar. Jadi yang dikatakan oleh yang meributkan 3G, sebenarnya tanpa itu pun sejuta gerak masih bisa menggambarkan apa saja. Tidak masalah dan sangat gampang memperhalus gerakan dalam bahasa tubuh atau gesture.

“Saya berkarya sudah halus dari awal. Kemungkinan sekarang ada pengadopsian oleh murid-murid saya, atau siapa saja yang bisa jaipongan. Terus mereka mengeksploitasi gerakan apa saja seperti gerakan erotis, itu tanggung jawab mereka. Kalau cuma menghaluskan, menambah lebih bagus kenapa nggak, saya setuju saja. Kalau selama ini tidak dianggap vulgar, saya setuju aja untuk dihaluskan,” kata Gugum.

Pencipta jaipongan ini lalu menjelaskan bahwa komentar Mas Nanu kurang benar. Menurut Gugum, Mas Nanu bukan ahli jaipongan. Jadi kalau dia bertahan bahwa kalau tidak ada 3G itu bukan jaipongan, itu salah. “Jaipongan itu berjuta-juta gerak, bukan hanya tiga gerak. Tapi kalau dia sudah mengarah pada suatu erotis yang sangat mengeksploitasi sensual of.., itu mungkin di Jawa Barat kurang kena, nggak tau kalau di luar negeri,” jelasnya.

Dalam jaipongan, gerak pantat berputar, tidak goyang. “Jadi mungkin ada komunitas yang keterlaluan, goyangnya terlalu erotik. Ya, saya setuju kalau memang itu diperhalus, kenapa nggak? Semua koreografer yang namanya punya ilmu apa pun bisa. Jadi kalau terlalu mengeksploitasi gerak goyang yang sangat erotis, saya juga kurang setuju,” jelas Gugum lagi.

Jadi, kata sang maestro, jaipongan dengan mengurangi gitek, geol dan goyang, bukanlah suatu hal yang terlarang. Ada sejuta kreativitas yang bisa membuat jaipongan tidak memunculkan gerakan erotis. Jaipongan yang Gugum ciptakan, sejak awal sudah sopan dan tidak menonjolkan gerakan erotis.

Jaipongan hasil karya Gugum adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari sebuah kreativitas. Perhatian Gugum terhadap kesenian rakyat menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan gerak tari tradisi yang ada pada kliningan, bajidoran atau ketuk tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan ragam gerak mincid dari beberapa kesenian tersebut membuat inspirasi sang maestro mengembangkan kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan.

Kemunculan tarian Gugum pada awalnya disebut ketuk tilu perkembangan. Karya pertama Gugum ini masih kental dengan warna ibing ketuk tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya. Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari “Daun Pulus Keser Bojong” dan “Rendeng Bojong”, keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dan, dari tarian itu muncul beberapa nama penari jaipongan yang tersohor seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi.
Sejuta gerak tak bertepi, namun berjaipongan tak kudu mengumbar gitek, geol dan goyang. Shodiqin [Polemik, Tahun I, Edisi 1, 2-8 Maret 2009]


[...Selengkapnya]

Label:

Mau Berjaipong? Ingat.. PKS!

Tiba-tiba PKS menjadi magnit. Setiap orang yang melibatkan diri dalam ranah kesenian jaipongan, tersedot ikut membicarakan PKS. Ada hubungan apakah antara PKS dan jaipongan?

Kabar terbitnya larangan jaipongan membuat marah sebagian seniman Jawa Barat. Sang tertuduh, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, yang disebut-sebut bakal mengeluarkan larangan jaipongan diseret ke pergunjingan politik bahwa gubernur baru pilihan langsung rakyat itu adalah kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tak urung, PKS menjadi bulan-bulanan pergunjingan sebagai partai yang anti kesenian jaipongan. Apalagi, konon, Presiden PKS Tifatul Sembiring mengomentari bahwa jaipongan mengandung unsur tarian erotis dan lahir di tempat maksiat.

Koordinator Komunitas Peduli Jaipongan Jawa Barat (KPJJB) Gondo, meminta Tifatul Sembiring mengklarifikasi ucapan tersebut serta meminta maaf kepada para seniman jaipongan. Di atas panggung pemilihan “Putri Jaipongan”, sekitar 20 penari jaipongan cilik dan seniman juga menuntut hal yang sama. Sementara itu, pupuhu Komunitas Peduli Jaipongan Jawa Barat Mas Nanu Muda menyatakan, tarian jaipongan bukanlah kesenian yang negatif serta menyuguhkan gerakan erotis. “Saya tegaskan, seniman jaipongan bukan generasi yang mengembangkan seni yang miring seperti kata Sembiring.”
Tanggapan yang bernada mengancam datang dari Subang. Ketua Dewan Kesenian Subang (DKS) Wawan Renggo mengatakan, pernyataan Tifatul Sembiring itu sudah menyakiti masyarakat seni tradisional. “Bisa jadi kami akan melakukan boikot terhadap PKS,” ujarnya.

Penyulut masalah yang membuat PKS dipergunjingkan adalah Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Wawan Ridwan. Ia mengaku mendapat amanat Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan untuk menyampaikan agar penari jaipongan menutup ketiak dan mengurangi goyangan. Wawan menyampaikan pesan pada acara Serah Terima Jabatan dari dirinya kepada Herdiwan Iing sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Sementara itu, Herdiwan Iing –pengganti Wawan, mengaku tidak mendengar langsung amanat dari gubernur tersebut. “Saya juga tidak mendapat instruksi langsung dari gubernur,” kata Herdiwan, awal Februari lalu.

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyatakan tidak pernah mengatakan sepatah kata pun untuk mengecilkan atau menghilangkan dan melarang pentas seni budaya Sunda, tari jaipong di Jawa Barat. Ia menduga isu ini berkembang karena ulah oknum pejabat di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat. “Saya heran dan bertanya siapa yang membuat isu tersebut. Saya malah berharap kepada Kadisparbud, untuk benar-benar melestarikan kesenian jaipongan. Seni tari jaipongan terkenal hingga ke mancanegara. Saya berharap gerakan dan cara berpakaiannya tidak terpengaruh oleh budaya asing sehingga tarian ini benar-benar mencerminkan budaya Sunda,” kata Heryawan kepada pers di Bandung.

Menurut kabar angin yang berkembang, Gubernur Jawa Barat mengimbau unsur goyang, gitek, dan geol (3G) di dalam seni tari jaipong dikurangi. Padahal faktanya, “Tidak ada pernyataan resmi dari saya tentang imbauan itu. Jadi Kadisparbudlah yang harus lakukan klarifikasi. Karena yang saya tahu dari staf saya, isunya muncul dari kantor Disparbud Jabar,” tambahnya.

Kini, isu PKS anti kesenian tradisional, khususnya jaipongan, nyaris tak bergulir lagi. Menurut pencipta jaipongan Gugum Gumbira, dengan bapak gubernur sudah clear. Tidak ada himbauan, tidak ada larangan dari bapak gubernur. Hanya meminta coba suatu penghalusan-penghalusan tertentu yang lebih gampang dan mudah dikerjakan. “Tapi yang penting bagi kami, tidak ada himbauan yang mendesak apalagi tidak ada larangan. Beliau tidak menyebutkan dan tidak menyentuh kata-kata jaipongan. Jadi ini diributkan oleh pihak lain yang memang mencari keributan mungkin. Jadi gitu, jadi kita tidak dengan partai tapi dengan bapak gubernur dan itu sudah clear,” ujarnya usai kelompok seniman Jawa Barat bertemu gubernur, pertengahan Februari lalu.

Jadi, soal jaipongan, tak ada masalah dengan PKS. Hikmahnya mungkin kalau kita mau berjaipong, ingatlah PKS! (Shodiqin)


Kongkow Bareng Jadi Clear
Ribut-ribut soal isu pelarangan jaipong di Jawa Barat selesai sudah. Seniman Jawa Barat sepakat bahwa polemik seputar jaipongan sudah selesai. Seniman puas dengan penjelasan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, pada pertemuan para sesepuh dan tokoh seniman Jawa Barat yang berkumpul dan bersilaturrahim dengan Gubernur di Padepokan Jugala Jalan Kopo 15 Bandung, yang juga kediaman Gugum Gumbira, Senin (9/2) malam.

Dalam kesempatan itu, hadir pula Ketua DPRD Jabar HAM Ruslan, Kadisparbud Jabar Herdiwan, Ketua DPD Golkar Jabar Uu Rukmana, dan tokoh masyarakat Jabar Tjetje Hidayat I Padmadinata.

Acara silaturrahim yang berlangsung akrab. Dalam tanya jawab antara seniman dan Gubernur, terungkap bahwa para seniman dan budayawan menginginkan terciptanya harmonisasi dan kerja sama antara Pemprov dengan seniman dan budayawan yang asli, bukan seniman ataupun budayawan "jelmaan", yang tingkah dan pernyataannya kerap meresahkan masyarakat.

Kehadiran Gubernur di rumah Gugum itu, atas undangan para seniman untuk mendapatkan kejelasan dan mendengarkan langsung seputar kontroversi pemberitaan sejumlah media cetak dan elektronik perihal tari jaipongan. Ahmad Heryawan menegaskan bahwa dia tidak merasa ada komunikasi dan wawancara apa pun dengan wartawan. Hal yang sebenarnya yang terungkap pada arahan pejabat eselon II di lingkungan Provinsi Jawa Barat adalah menekankan agar jajaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jabar memajukan seni budaya daerah melalui pendekatan industri budaya.

Berkenaan dengan masalah pakaian, kita memiliki komitmen untuk menjaga moral anak bangsa, salah satunya mengenai pakaian. “Kalau menari mengenakan pakaian kebaya lengan panjang apa salah, saya pernah melihat Kang Gugum menari dan Tati Saleh mengenakan kebaya. Di sini saya tidak menyebutkan nama tarian satu pun," ujar Heryawan. Ia juga bercerita bahwa ketika dirinya masih duduk di SD pernah menari jaipongan. “Tidak ada rasa kebencian apa pun terhadap kesenian. Tapi sebagai gubernur, ini merupakan sebuah tanggung jawab moral saya untuk mengingatkan kepada semua pihak bahwa harus ada harmonisasi antara seni dan moralitas,” tambahnya. (Shodiqin) [Polemik, Tahun I, Edisi 1, 2-8 Maret 2009]


[...Selengkapnya]

Label:

Menambang “Emas” di Hutan Bakau

Penunggu mangrove itu bernama kepiting bakau. Pada mulanya ia dianggap sebagai pengganggu, kini kehadirannya diburu.

Capit kepiting berwarna kehitaman itu kerap membuat pematang tambak bocor. Para petambak pun marah dan menempatkan kepiting bakau sebagai hama yang mengganggu pertambakan mereka. Namun, setelah mereka tahu bahwa kepiting bakau merupakan komoditas perikanan pantai yang memiliki nilai ekonomi tinggi, keberadaan si “hitam” yang lezat itu banyak diburu.

Menurut catatan Departemen Kelautan dan Perikanan, permintaan kepiting bakau maupun rajungan dari pengusaha restoran sea food Amerika Serikat mencapai 450 ton per bulan. Belum lagi permintaan dari negara-negara lain seperti Cina, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, dan sejumlah negara di kawasan Eropa. Total permintaan kepiting tak kurang dari 1.900 ton per bulan.

Kepiting bakau diekspor dalam bentuk segar-hidup, beku maupun dalam kaleng. Di luar negeri, kepiting menjadi menu bergengsi di restoran. Pada musim-musim tertentu harga kepiting melonjak karena permintaan meningkat tajam pada perayaan imlek dan lain-lain. Harga kepiting hidup di tingkat pedagang pengumpul dapat mencapai Rp100.000 ribu per kg yang pada hari biasa hanya Rp40.000 untuk grade CB (betina besar berisi/bertelur, ukuran >200 g/ekor) dan Rp30.000 untuk LB (jantan besar berisi, ukuran >500g- 1.000g/ekor). Kepiting lunak/soka harganya dua kali lipat lebih tinggi. Sementara di luar negeri, harga kepiting bakau grade CB dapat mencapai U$8.40-U$9.70 per kg sedangkan LB dihargai U$6.10-U$9.00 per kg. Ukuran >1.000g (super crab) harganya mencapai U$10.5 per kg.

Mengapa kepiting diminati pasar dunia? Ternyata daging kepiting yang lezat itu menyehatkan. Daging kepiting mengandung nutrisi penting bagi kehidupan dan kesehatan.

Meski mengandung kolesterol, kepiting bakau ini rendah kandungan lemak jenuh: sumber Niacin, Folate, dan Potassium yang baik, dan merupakan sumber protein, Vitamin B12, Phosphorous, Zinc, Copper, dan Selenium yang sangat baik. Selenium diyakini berperan dalam mencegah kanker dan perusakan kromosom, serta meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus dan bakteri.

Fisheries Research and Development Corporation di Australia melaporkan bahwa dalam 100 gram daging kepiting bakau mengandung 22 mg Omega-3 (EPA), 58 mg Omega-3 (DHA), dan 15 mg Omega-6 (AA) yang penting buat pertumbuhan dan kecerdasan anak.

Pada rajungan, kandungan asam lemaknya lebih tinggi lagi. Dalam 100 gram daging rajungan mengandung 137 mg Omega-3 (EPA), 90 mg Omega-3 (DHA), dan 86 mg Omega-6 (AA). Untuk kepiting lunak/soka, nilai nutrisinya sangat tinggi, terutama kandungan chitosan dan karotenoid: terdapat pada kulit, yang semuanya dapat dimakan.
Tak ada yang dibuang dari kepiting, sebab kulit kepiting pun dapat diuangkan. Pasar luar negeri menerima kulit kepiting dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid. Industri-industri di sana memanfaatkannya sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memegang peran sebagai anti virus dan anti bakteri, serta digunakan sebagai obat untuk meringankan dan mengobati luka bakar. Manfaat lain, kulit kepiting dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang murah dan aman.

Sayangnya, permintaan pasar yang tinggi tak sebanding dengan populasi kepiting bakau. Ekspor yang terus meningkat: 12.381 ton (2000) dan 22.726 ton (2007), belum dapat dikatakan mampu memenuhi permintaan yang terus membesar. Apa solusinya? Menurut Kepala Risert Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Indroyono Soesilo Sudarman, “Dengan budidaya, ketersediaan kepiting dapat berkesinambungan sehingga permintaan luar negeri dapat dijamin.” Jadi, mari membudidayakan kepiting di mangrove (hutan bakau) yang masih luas. Dengan begitu, kita dapat menambang “emas” di hutan bakau! Shodiqin

Pontang Panting Demi Kepiting
Tak jauh dari Batu 24, kira-kira sepanjang 5 kilometer melewati hamparan pohon kelapa, terdapat hutan bakau seluas 20 hektar milik Sukardi (42). Untuk memasuki hutan bakau yang berada di pinggir laut di kecamatan Gunung Kijang itu, Anda harus menumpang perahu yang disediakan oleh sang pemilik mangrove tersebut. Dan dalam hitungan menit, Anda akan sampai di rerimbunan mangrove yang menawarkan irama cipak cipuk dari suara air laut yang ombaknya menerpa setiap pohon-pohon bakau.

Di situlah Sukardi dibantu kedua anaknya, Muhajir (18) dan Muhandri (11) membudidayakan kepiting bakau. Hampir sepenuh waktu, Sukardi menghabiskan kegiatannya bersama kepiting-kepiting yang ia pelihara, kecuali pada saat mengantar Muhandri bersekolah di salah satu Sekolah Dasar yang berada di daratan di Desa Gunung Kijang.

Sukardi memulai membudidayakan kepiting bakau pada Maret 2008, dengan total biaya Rp 80 juta. Uang itu digunakan untuk membeli perlengkapan membuat petak berukuran 12X12 meter sebanyak tiga buah dan kotak 15X5 dua buah, rumah papan berukuran kecil dan jalan dengan papan yang memanjang menuju lokasi pembudidayaan kepiting bakau.

Petak yang dibuat berkotak-kotak tersebut dibuat dari batang-batang kayu lonjoran yang tahan air. Di dalam setiap petak setinggi dua setengah meter diisi bibit kepiting bakau sebanyak 400 ekor. “Saat itu satu kilogram bibit berisi 10 ekor harganya Rp 20 ribu,” katanya.

Selama enam kurun enam bulan, kepiting bakau milik Sukardi sudah tumbuh membesar hingga rata-rata beratnya mencapai 6 ons per ekor dengan harga per kilogram Rp 80 ribu. “Hanya sedikit saja jumlah kepiting bakau ini yang beratnya 3-5 ons. Yang ini dijual laku Rp 60 ribu per kilogram,” ujarnya.

Pria dua anak ini mengerti betul bagaimana memelihara kepiting bakau, sehingga bibit yang mati, tak hidup sampai masa panen cuma 17 ekor per kotak. Dari 2.000 ekor kepiting yang dibudidayakan ini, yang mati hanya 85 ekor. Jadi, Sukardi memanen sebanyak 1.915 ekor atau sekitar 9.00 kilogram, bernilai nominal sekitar Rp 70 juta. Kalau setengahnya dikurangi untuk biaya operasional dan kebutuhan keluarga, maka hampir separuh modal Sukardi sudah balik. “Dalam hitungan saya, dalam dua kali panen sudah untung bersih lah kira-kira Rp 30 juta,” kata Sukardi, yang ditinggal ayahnya, Nartim, karena meninggal, sewaktu remaja.

Kini Sukardi sudah dua kali memanen hasil budidaya kepiting bakau. “Untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak sangatlah cukup,” jelas Sukardi, masih mengurus ibunya yang berusia 84 tahun. Jadi, pontang panting Sukardi, dari darat ke mangrove dan sebaliknya, membawa berkah rezeki cukup melimpah.

Anda tertarik bagaimana cara membudidayakan kepiting bakau? Sukardi akan senang hati berbagi: silakan dating ke Kampung Galang Batang, Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan. Jarak tempuh kira-kira cuma 29 kilometer dari Kota Tanjungpinang. Shodiqin [Polemik, Tahun I, Edisi 2, 9-15 Maret 2009]


[...Selengkapnya]

Label:

Gejolak Capres Beringin

Unjuk kekuatan bahwa Golkar adalah partai besar tak bisa ditunda lagi. Meski sebenarnya segala sesuatu menyangkut pemilihan umum (legislatif) tak menentu berapa perolehan suara yang bakal didapat, namun memunculkan tekad partai bergambar beringin harus majukan capres adalah sebuah keberanian.

Berani karena Partai Golkar memang besar jika dilihat dari perolehan suara pemilu legislatif pada 2004, yakni 24 juta suara (21%). Dengan begitu, capres dari Golkar sudah dapat memenuhi syarat minimal maju capres, yakni terpenuhinya 25 persen perolehan suara nasional atau 20 persen kursi DPR.

Masalahnya kondisi kepartaian di Indonesia telah berkembang, terutama dengan munculnya partai-partai baru yang didirikan oleh bekas pengurus teras partai beringin. Sebut saja Partai Gerindra dan Partai Hanura yang debutnya kian moncer di ranah publik. Dari dua partai ini saja, Golkar bisa kehilangan suara yang jumlahnya cukup mengganggu. Coba hitung kalau dari 10 juta anggota Partai Gerindra menghasilkan angka riil 3% suara saja dari pemilih Golkar yang berpindah pilihan dan Partai Hanura mampu mengorganisir beberapa persen dari suara yang ditangguk Wiranto-Wahid pada Pilpres 2004 yakni 26.286.788 (22,154%), taruhlah 3% saja yang datang dari pemilih Golkar, maka setidaknya suara Golkar tergerogoti sejumlah 6%.

Jika ini terjadi, artinya perolehan suara Golkar tergerogoti sampai 6%. Berarti, Golkar memerlukan koalisi dengan partai lain agar dapat mengusung capres. Peluang ini mulai dijajaki dengan kunjungan JK ke DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pantun berbalas pantun dan saling puji antara JK-Tifatul Sembiring-Hidayat Nur Wahid meluncur di acara silaturrahmi itu. Isyarat menggandengkan JK-Hidayat pun menyembul.

Seberapa jauh isyarat ini akan menjadi nyata? Jawabnya tak sekadar berhenti pada soal ketersediaan PKS berkoalisi dengan Golkar. Tetapi juga, apakah pada akhirnya Golkar akan mengusung JK sebagai capres. Soalnya, gejolak beringin mengusung capres sendiri itu pun masih penuh dinamika: persaingan antar faksi di dalam tubuh Golkar belum mengerucut untuk bersatu mengusung nama calon. Nama JK muncul lebih karena dia mewacanakan Golkar mau mengajukan capres, dan bukan berarti orang yang dimaksud adalah JK. Nama Sultan lebih populer di tengah masyarakat, dan itu berarti Golkar akan rugi jika mengabaikan kekuatan Sultan. Mengacu pendapat Sukardi Rinakit, Sultan lah yang mampu menyatukan Golkar.

Golkar berani mengusung capres karena partai ini memang memiliki kader yang layak diusung menjadi capres. Ada JK, Akbar Tandjung, Surya Paloh, dan Sultan. Lantas, siapa nama yang bakal diusung? JK masih punya peluang karena dia berpengalaman memimpin pemerintahan sebagai Wakil Presiden, sementara Akbar Tandjung dan Surya Paloh belum tampak menonjol. Namun, pada dasarnya semua kandidat berpeluang menjadi capres. Hanya saja, menurut beberapa survei peluang JK dan Sultan lebih besar.

Lalu, apakah gejolak capres beringin adalah gejolak JK untuk maju capres? Jika jawabannya iya, maka JK harus berani mengambil langkah cepat sejak sekarang. Karena dia yang pegang kendali puncak di Golkar, tak sulit rasanya mengendalikan partai beringin agar nama yang muncul diusung Golkar adalah JK. Sebaliknya, andai hasrat mencapreskan JK datang dari desakan orang-orang beringin yang berpetualang politik, maka hati-hatilah JK. Sebab pasangan SBY-JK masih lebih unggul dari pasangan mana pun. Jadi, andai JK memaksakan diri maju capres, bisa jadi tak hanya JK yang gigit jari tapi juga Golkar. (shodiqin) [Polemik, Tahun I, Edisi 1, 2-8 Maret 2009]


[...Selengkapnya]

Label:

Pesona Bintan Tak Menjulang?

Pulau Bintan memang memesona, namun keindahan dan kekayaan kabupaten yang terletak di provinsi Kepulauan Riau itu tak begitu populer. Pulau gurindam itu baru populer ketika kabar korupsi lahan bernilai milyaran menyebar.

“Kain kerudung bersulam benang, dipakai berandam terlihat santun. Selamat berkunjung ke Pulau Bintan, kota gurindam negeri pantun,” begitulah ucap bupati kabupaten Bintan Ansar Ahmad kepada peserta Journalist Writing Competition COREMAP (Coral Reef Rehabilitation And Management Program) II, akhir tahun lalu.

Namun begitu, Ansar tak hanya ingin menunjukkan bahwa daerah yang dipimpinnya adalah surga pantun. “Bintan memiliki banyak potensi ekonomi yang bisa dikembangkan,” katanya.

Karena itu, Ansar tak mau repot-repot menjawab pertanyaan soal kasus pelepasan kawasan hutan lindung Pulau Bintan yang melibatkan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan Azirwan. “Soal itu sudah menjadi urusan KPK,” ujarnya. Menurutnya, lebih baik bertindak membangun Bintan agar dapat bersaing dengan kabupaten-kabupaten yang lebih maju.

Lantas, bupati Ansar Ahmad pun mempersilakan rombongan jurnalis dan tim COREMAP menyusuri Pulau Mapur, yang kaya terumbu karang.

Pulau Mapur, Surga Terumbu Karang
Di pagi buta, kami meninggalkan hotel tempat kami menginap di Kota Tanjung Pinang menuju Pulau Mapur. Pertama-tama perjalanan darat selama sejam ke Desa Kijang, lalu dilanjutkan dengan menyewa kapal 2 PK menembus gelombang laut selama sekitar dua jam: dan sampailah kami di Pulau nan indah bernama Mapur.

Pulau Mapur terletak di bagian timur laut Kepulauan Bintan Timur, tepat berada pada garis lintang utara 010002181 dan bujur timur 1040795541. Pulau Mapur masuk ke dalam wilayah Desa Mapur, terletak sekitar 28 mil dari Tanjung Pinang dan 12 mil dari Desa Kijang. Desa Mapur terdiri dari sebelas pulau yang mencakup area daratan 44 km2 dan perairan 198,5 km2. Namun hanya dua pulau yang berpenghuni yakni Pulau Mapur dan Pulau Merapat.

Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau memasukkan Pulau Mapur dalam kategori berpotensi tinggi untuk dikembangkan sebagai daerah wisata. Keindahan dasar laut Pulau Mapur dan sektor perikanan tangkap potensial menarik minat para wisatawan.

Di Desa Mapur kami singgah di sebuah rumah penduduk serta menyambangi beberapa rumah penduduk lainnya yang menjorok ke pantai. Sebuah kawasan yang indah! Sepanjang mata memandang rasanya tak ada ganjalan yang bikin penat: kondisi daratan dan lautan yang menjadi bagian dari wilayah Mapur begitu memesona.

Hutan dan lahan pertanian yang menghampar dengan kekayaan tambang bauxite memberi harapan hidup sejahtera masyarakat jika pengelolaan sumber daya alam tersebut berjalan normal dan tertata dengan baik. Namun seperti yang terjadi pada hutan, tak berbeda dengan tempat lain, telah mengalami kerusakan. “Kerusakan hutan diakibatkan oleh masih berlangsungnya penebangan liar oleh pengusaha dari luar yang didukung oleh sebagian kecil penduduk desa dan aparat keamanan,” tulis buku Coremap II Journalist Writing Competition 2008 Kabupaten Bintan.

Sementara sumber daya wilayah perairan juga amat kaya. Ada hutan mangrove, terumbu karang dan berbagai jenis ikan seperti kerapu, selar, sotong, cumi, kepiting. Namun, menurut tim Coremap II, sumber daya perairan yang sangat penting adalah terumbu karang. Ekosistem ini terdapat di sekeliling pulau.

Pesona terumbu karang yang menghampar luas, masih dilengkapi dengan indahnya pantai. Wajar jika wisatawan dari Singapura dan Malaysia kerap menikmati surga terumbu karang Pulau Mapur. “Sangatlah menyenangkan. Menyelam dengan memandangi keelokan beragam jenis terumbu karang yang dikitari ikan-ikan warna-warni,” ujar seorang turis. Nah, sambutlah keunggulan potensi alam Pulau Bintan! (Shodiqin/ Pulau Bintan) [Polemik, Tahun I, Edisi 1, 2-8 Maret 2009]
[...Selengkapnya]

Label: