Rumput Laut Komoditi Unggul

Rumput laut adalah komoditas strategis: sebagai sumber pangan sekaligus energi. Pasar dunia menanti pasokan lebih banyak dari Indonesia.

Indonesia memiliki luas area potensial untuk budidaya rumput laut seluas 1.110.900 hektar. Namun lahan yang digunakan budidaya rumput laut hanya 222.180 hektar atau sekitar 20 persen. Padahal pangsa pasar sangat terbuka dan menguntungkan.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menyadari terbukanya peluang memasok rumput laut ke pasar dunia, karena itu DKP menargetkan volume ekspor rumput laut tahun ini naik dari tahun sebelumnya. Volume ekspor rumput laut naik 12,5 persen atau 12,59 juta ton pada 2008. Saat ini, Indonesia menjadi penghasil rumput laut terbesar dengan produksi mencapai 87,75 juta ton atau senilai US$ 50,11 juta dolar AS di tahun 2007.

Indonesia mengekspor rumput laut dalam bentuk bahan baku ke Cina, Korea, Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat. Oleh sebab itulah, pemerintah berharap ekspor tidak lagi dalam bentuk bahan baku, tapi minimal dalam bentuk chip (ekstrak). “Hal ini bisa tercapai melalui pembentukan kluster rumput laut di Indonesia,” kata Martani Huseini, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) DKP, Senin pekan lalu.

Ekspor rumput laut menyumbang 36 persen dari total ekspor perikanan yang mencapai Rp 30 trilyun. Dengan kontribusi yang besar, DKP pun mengembangkan kluster rumput laut, mulai budidaya sampai industri pengolahan.

Komisi Rumput Laut Indonesia (KRLI) menyambut baik rencana pemerintah mengembangkan kluster. Sistem kluster diharapkan bisa mengontrol: mulai dari bibit, pengeringan, sampai pemasaran. “Sistem kluster juga bisa mendorong daerah mempunyai merek rumput laut yang dihasilkan dan harganya lebih mahal,” ujar Ketua KRLI W Farid.

Harga dalam bentuk bahan baku Rp 5.000/kg, namun jika diolah harga naik berkali lipat. Sebagai contoh, harga dalam bentuk chip atau ekstrak rumput laut US$ 3,1 atau sekitar Rp 29.140/kg. Jika diolah menjadi tepung karaginan, harga rumput laut bisa mencapai US$ 10 atau sekitar Rp 94.000/kg.

Jenis rumput laut yang diminati pasar adalah jenis euchema spinosum, euchema cottonii dan gracilaria sp. Selain sebagai bahan pangan, obat dan kosmetik, berdasarkan hasil penelitian rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi, yaitu sebagai bahan biofuel.

Keberadaan rumput laut sebagai sumber alternatif energi merupakan hal baru yang harus didukung dan dikembangkan. “Selain sebagai sumber pangan keberadaan rumput laut sebagai sumber energi dan industri kosmetik harus terus dipromosikan,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi pada pembukaan Seaweed International Business Forum and Exhibition Kedua di Makassar, Sulawesi Selatan, Oktober tahun lalu.

Rumput laut memiliki beberapa keunggulan, antara lain peluang ekspor terbuka luas, harga relatif stabil, dan belum ada kuota perdagangan bagi rumput laut. Disamping itu, teknologi pembudidayaannya sederhana, siklus pembudidayaannya relatif singkat, kebutuhan modal relatif kecil, dan rumput laut adalah komoditas yang tak tergantikan, karena tidak ada produk sintetisnya. Usaha pembudidayaan rumput laut adalah padat karya, sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Sedangkan kegunaannya luas, dan dekat sekali dengan kehidupan manusia.

Mengkonsumsi rumput laut dapat mencegah kanker. Sebab, rumput laut mengandung serat, selenium dan seng yang tinggi sehingga dapat mereduksi estrogen. Disinyalir level estrogen yang terlalu tinggi dapat mendorong timbulnya kanker. Penelitian yang dilakukan terhadap penderita kanker di Amerika Serikat menunjukkan bahwa wanita yang melakukan diet ketat dengan mengkonsumsi serat tinggi dan mengurangi asupan lemak dari daging dan susu mempunyai level estrogen yang rendah.

Penelitian Harvard School of Public Health Amerika Serikat membuktikan, pola konsumsi wanita Jepang yang selalu menambahkan rumput laut dalam menu makannya, menyebabkan wanita premenopause di Jepang mempunyai peluang tiga kali lebih kecil terkena kanker payudara dibandingkan dengan wanita Amerika Serikat.

Secara kimia rumput laut terdiri dari air (27,8%), protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%) serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Rumput laut juga mengandung enzim, asam nukleat, asam amino, vitamin (A,B,C,D, E dan K) dan makro mineral seperti nitrogen, oksigen, kalsium dan selenium serta mikro mineral seperti zat besi, magnesium dan natrium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral rumput laut mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat. Shodiqin

Lezat, Menyehatkan, Produksi Melimpah
Mengkonsumsi rumput laut amat menyehatkan. Jadi, bagi Anda yang ingin tampil cantik, muda, sekaligus sehat? Solusinya adalah mengkonsumsi rumput laut dengan berbagai produk olahannya.

Bagi masyarakat, rumput laut biasa dikonsumsi sebagai bahan makanan bergizi. Bagi pengusaha bidang kesehatan, rumput laut telah digunakan sebagai bahan pembuatan obat-obatan dan suplemen makanan serta difortifikasi ke produk pangan untuk meningkatkan nilai jual produk tersebut. Jenis rumput laut yang digunakan untuk pembuatan obat adalah alga coklat, khususnya sargasum dan turbinaria. Pengolahan rumput laut jenis ini menghasilkan ekstrak berupa senyawa natrium alginat. Senyawa alginat dimanfaatkan dalam pembuatan obat antibakteri, anti tumor, penurunan darah tinggi dan mengatasi gangguan kelenjar.

Karena itu, memperbanyak budidaya rumput laut menjadi penting. Produksi rumput laut secara nasional mencapai 910.636 ton (2005), 1.079.850 (2006), dan 1.900.000 ton sasaran pada tahun 2009.

Budidaya rumput laut tersebar di semua lautan di Indonesia. Siswa-siswi SLTP dan SMK Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, telah bertahun-tahun membudidayakan rumput laut. Begitu pula masyarakat pesisir di Jawa Tengah seperti Pekalongan, Pemalang, dan Cilacap. Di Jawa Timur, masyarakat Situbondo dan pulau Madura juga membudidayakan rumput laut. Hal yang sama dilakukan masyarakat pesisir Cirebon dan Kepulauan Seribu. Di pulau-pulau lainnya, masyarakat pesisir Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Papua, juga membudidayakan rumput laut.

Jadi, tinggal bagaimana pemerintah memfasilitasi agar rumput laut menjadi komoditi utama. Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi berjanji akan mengembangkan kebun bibit di sejumlah daerah, diantaranya Bali, NTB, NTT, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Maluku, dan Papua. Sudah berhasilkah? Shodiqin [Polemik, Tahun I, Edisi 3, 16-22 Maret 2009]


Label:

0 komentar: