Mau Berjaipong? Ingat.. PKS!

Tiba-tiba PKS menjadi magnit. Setiap orang yang melibatkan diri dalam ranah kesenian jaipongan, tersedot ikut membicarakan PKS. Ada hubungan apakah antara PKS dan jaipongan?

Kabar terbitnya larangan jaipongan membuat marah sebagian seniman Jawa Barat. Sang tertuduh, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, yang disebut-sebut bakal mengeluarkan larangan jaipongan diseret ke pergunjingan politik bahwa gubernur baru pilihan langsung rakyat itu adalah kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tak urung, PKS menjadi bulan-bulanan pergunjingan sebagai partai yang anti kesenian jaipongan. Apalagi, konon, Presiden PKS Tifatul Sembiring mengomentari bahwa jaipongan mengandung unsur tarian erotis dan lahir di tempat maksiat.

Koordinator Komunitas Peduli Jaipongan Jawa Barat (KPJJB) Gondo, meminta Tifatul Sembiring mengklarifikasi ucapan tersebut serta meminta maaf kepada para seniman jaipongan. Di atas panggung pemilihan “Putri Jaipongan”, sekitar 20 penari jaipongan cilik dan seniman juga menuntut hal yang sama. Sementara itu, pupuhu Komunitas Peduli Jaipongan Jawa Barat Mas Nanu Muda menyatakan, tarian jaipongan bukanlah kesenian yang negatif serta menyuguhkan gerakan erotis. “Saya tegaskan, seniman jaipongan bukan generasi yang mengembangkan seni yang miring seperti kata Sembiring.”
Tanggapan yang bernada mengancam datang dari Subang. Ketua Dewan Kesenian Subang (DKS) Wawan Renggo mengatakan, pernyataan Tifatul Sembiring itu sudah menyakiti masyarakat seni tradisional. “Bisa jadi kami akan melakukan boikot terhadap PKS,” ujarnya.

Penyulut masalah yang membuat PKS dipergunjingkan adalah Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Wawan Ridwan. Ia mengaku mendapat amanat Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan untuk menyampaikan agar penari jaipongan menutup ketiak dan mengurangi goyangan. Wawan menyampaikan pesan pada acara Serah Terima Jabatan dari dirinya kepada Herdiwan Iing sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Sementara itu, Herdiwan Iing –pengganti Wawan, mengaku tidak mendengar langsung amanat dari gubernur tersebut. “Saya juga tidak mendapat instruksi langsung dari gubernur,” kata Herdiwan, awal Februari lalu.

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyatakan tidak pernah mengatakan sepatah kata pun untuk mengecilkan atau menghilangkan dan melarang pentas seni budaya Sunda, tari jaipong di Jawa Barat. Ia menduga isu ini berkembang karena ulah oknum pejabat di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat. “Saya heran dan bertanya siapa yang membuat isu tersebut. Saya malah berharap kepada Kadisparbud, untuk benar-benar melestarikan kesenian jaipongan. Seni tari jaipongan terkenal hingga ke mancanegara. Saya berharap gerakan dan cara berpakaiannya tidak terpengaruh oleh budaya asing sehingga tarian ini benar-benar mencerminkan budaya Sunda,” kata Heryawan kepada pers di Bandung.

Menurut kabar angin yang berkembang, Gubernur Jawa Barat mengimbau unsur goyang, gitek, dan geol (3G) di dalam seni tari jaipong dikurangi. Padahal faktanya, “Tidak ada pernyataan resmi dari saya tentang imbauan itu. Jadi Kadisparbudlah yang harus lakukan klarifikasi. Karena yang saya tahu dari staf saya, isunya muncul dari kantor Disparbud Jabar,” tambahnya.

Kini, isu PKS anti kesenian tradisional, khususnya jaipongan, nyaris tak bergulir lagi. Menurut pencipta jaipongan Gugum Gumbira, dengan bapak gubernur sudah clear. Tidak ada himbauan, tidak ada larangan dari bapak gubernur. Hanya meminta coba suatu penghalusan-penghalusan tertentu yang lebih gampang dan mudah dikerjakan. “Tapi yang penting bagi kami, tidak ada himbauan yang mendesak apalagi tidak ada larangan. Beliau tidak menyebutkan dan tidak menyentuh kata-kata jaipongan. Jadi ini diributkan oleh pihak lain yang memang mencari keributan mungkin. Jadi gitu, jadi kita tidak dengan partai tapi dengan bapak gubernur dan itu sudah clear,” ujarnya usai kelompok seniman Jawa Barat bertemu gubernur, pertengahan Februari lalu.

Jadi, soal jaipongan, tak ada masalah dengan PKS. Hikmahnya mungkin kalau kita mau berjaipong, ingatlah PKS! (Shodiqin)


Kongkow Bareng Jadi Clear
Ribut-ribut soal isu pelarangan jaipong di Jawa Barat selesai sudah. Seniman Jawa Barat sepakat bahwa polemik seputar jaipongan sudah selesai. Seniman puas dengan penjelasan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, pada pertemuan para sesepuh dan tokoh seniman Jawa Barat yang berkumpul dan bersilaturrahim dengan Gubernur di Padepokan Jugala Jalan Kopo 15 Bandung, yang juga kediaman Gugum Gumbira, Senin (9/2) malam.

Dalam kesempatan itu, hadir pula Ketua DPRD Jabar HAM Ruslan, Kadisparbud Jabar Herdiwan, Ketua DPD Golkar Jabar Uu Rukmana, dan tokoh masyarakat Jabar Tjetje Hidayat I Padmadinata.

Acara silaturrahim yang berlangsung akrab. Dalam tanya jawab antara seniman dan Gubernur, terungkap bahwa para seniman dan budayawan menginginkan terciptanya harmonisasi dan kerja sama antara Pemprov dengan seniman dan budayawan yang asli, bukan seniman ataupun budayawan "jelmaan", yang tingkah dan pernyataannya kerap meresahkan masyarakat.

Kehadiran Gubernur di rumah Gugum itu, atas undangan para seniman untuk mendapatkan kejelasan dan mendengarkan langsung seputar kontroversi pemberitaan sejumlah media cetak dan elektronik perihal tari jaipongan. Ahmad Heryawan menegaskan bahwa dia tidak merasa ada komunikasi dan wawancara apa pun dengan wartawan. Hal yang sebenarnya yang terungkap pada arahan pejabat eselon II di lingkungan Provinsi Jawa Barat adalah menekankan agar jajaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jabar memajukan seni budaya daerah melalui pendekatan industri budaya.

Berkenaan dengan masalah pakaian, kita memiliki komitmen untuk menjaga moral anak bangsa, salah satunya mengenai pakaian. “Kalau menari mengenakan pakaian kebaya lengan panjang apa salah, saya pernah melihat Kang Gugum menari dan Tati Saleh mengenakan kebaya. Di sini saya tidak menyebutkan nama tarian satu pun," ujar Heryawan. Ia juga bercerita bahwa ketika dirinya masih duduk di SD pernah menari jaipongan. “Tidak ada rasa kebencian apa pun terhadap kesenian. Tapi sebagai gubernur, ini merupakan sebuah tanggung jawab moral saya untuk mengingatkan kepada semua pihak bahwa harus ada harmonisasi antara seni dan moralitas,” tambahnya. (Shodiqin) [Polemik, Tahun I, Edisi 1, 2-8 Maret 2009]


Label:

0 komentar: