Bisnis “Napoleon” pun Terhenti

Ikan napoleon termasuk satwa langka. Indonesia melarang ikan lezat ini diperdagangkan. Dan, bisnis pun terhenti!

Seekor ikan napoleon singgah di perairan dekat Kampung Nendiang, Desa Mapur, Kecamatan Bintan Pesisir, Kabupaten Bintan. “Saya baru saja menyerok ikan ini yang sedang berada di dekat rumah,” ujar seorang nelayan yang biasa dipanggil Udin.

Siang yang cerah menceriakan Udin karena napoleon datang memberi rizki lumayan. Tanpa harus pergi menangkapnya di sela-sela terumbu karang, sesekali jenis ikan ini memang datang ke kampung nelayan yang berada di tepi pantai tersebut. “Seekor napoleon seberat 5 ons ini bisa dijual seharga Rp300 ribu,” katanya. Harga ini setara dengan harga 30 kilogram ikan selar yang didapat dari seharian melaut.

Entah mengapa ikan napoleon bisa bergerak hingga ke pinggiran pantai dekat kampung nelayan. Mungkin karena jarak antara Kampung Nendiang –pusat Desa Mapur, yang berada di Pulau Mapur-- dengan kawasan terumbu karang di pulau tersebut sangat dekat, kira-kira kurang dari satu mil. Dan, ikan ini memang biasa berenang sendiri mencari makan di daerah dekat karang, karena makanannya yang berupa beberapa jenis sea urchin, molusca dan crustacean memang banyak berada pada daerah sekitar karang.

Ikan napoleon (cheilunus undulatus) adalah salah satu ikan karang besar yang hidup pada daerah tropis. Kehidupan hewan ini umumnya sama dengan ikan karang lain yang hidup secara soliter.

Di alam bebas, ikan napoleon dikenal sangat hati-hati terhadap ikan-ikan lainnya. Tapi kalau di taman laut, napoleon menjadi jinak dan dapat disentuh oleh penyelam. Umumnya, ikan ini hidup sendiri-sendiri. Hanya kadang-kadang saja tampak berenang berpasangan, biasanya berkelompok hingga empat ekor.

Pada siang hari ikan napoleon menjelajahi kampung halamannya di area terumbu karang yang indah. Pada malam hari beristirahat di dalam gua terumbu karang atau di bawah langkan karang.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sepanjang hari mereka secara tenang tapi pasti melahap ikan-ikan kecil, kerang-kerangan, bintang laut, teripang, atau cacing laut. Tulang-tulang dekat kerongkongannya (pharyngeal bones) bertindak sebagai geligi kedua yang memecahkan, menggiling, dan membantu dalam pemrosesan makanan. Masa hidup ikan napoleon yang bisa mencapai ukuran panjang 2 meter itu belum banyak diketahui orang. Namun, ikan ini dipercaya bisa hidup sampai 50 tahun dengan bobot mencapai 180 kilogram.

Ikan yang kurang popular di Indonesia ini digemari warga Hongkong. Napoleon menjadi makanan bergengsi, hingga para taoke harus belanja ke negeri kepulauan ini. Di kalangan pecinta makanan ikan laut di Hongkong, ikan ini benar-benar sajian favorit. Kabarnya, dagingnya sangat lezat dan lembut. Di sana, ikan pun menjadi simbol status sosial dan ekonomi bagi penyantapnya. Menu ikan yang di Hongkong disebut sio moy ini biasanya dihidangkan pada acara atau peringatan khusus, seperti pesta ulang tahun kelahiran atau perkawinan.

Permintaan tertinggi terjadi pada Hari Ibu. Barangkali itu bentuk penghargaan yang tinggi pada kaum ibu. Sajian ikan ini pun sering pula hadir saat ada jamuan makan dengan relasi bisnis. Harga napoleon mencapai US$ 100 per kilogram.

Sayangnya, para pencari ikan napoleon kerap menggunakan cara-cara terlarang, misalnya menyemprotkan potasium sianida ke tempat-tempat napoleon bersembunyi, atau membongkar terumbu karang tempat si napoleon ngumpet.

Buntutnya, para pecinta terumbu karang dan penghuninya teriak kencang. Pemerintah negara-negara yang wilayahnya menjadi habitat ikan napoleon segera menerapkan larangan penangkapan ikan napoleon. Indonesia dan Filipina, dua negara pemasok utama ikan napoleon ke Hongkong, menempatkan ikan napoleon sebagai satwa yang haram diperdagangkan.

Penangkapan diizinkan Menteri Pertanian untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pembudidayaannya. Nelayan tradisional juga diizinkan menangkap menggunakan alat dan tata cara yang tidak merusak sumber daya alam. (SK Menteri Pertanian No. 375/Kpts/IK.250/5/95). Sementara SK Menteri Perdagangan No. 94/Kp/V/95 disebutkan larangan mengekspor ikan napoleon dalam keadaan hidup atau mati, bagian-bagiannya, maupun barang-barang yang terbuat dari ikan tersebut.

Entah negara lain yang diam-diam memasok ikan napoleon ke Hongkong. Di antaranya Australia, Cina, Malaysia, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Thailand, dan Vietnam. Shodiqin

Kerajaan “Napoleon” di Indonesia
Ikan napoleon hidup di wilayah perairan terumbu karang Indo-Pasifik (Asia Tenggara dan Pasifik) dengan kedalamam 2-60 meter. Tempat favorit mereka adalah gua, celah, atau laguna di perairan terumbu karang. Bisa dimengerti, kebiasaan hidup di laut yang bersih, indah dan nyaman, menjadikannya stres bila dipaksa hidup di rantau orang. Tak terkecuali yang baru menetas.

Siklus hidup bangsa ikan napoleon tergolong unik. Ada dua tipe, yakni yang terlahir sebagai jantan dan tetap sebagai jantan sejati sampai akhir hayat, dan ikan napoleon yang memulai hidup sebagai betina dan dalam masa kehidupan berikutnya berubah fungsi sebagai jantan. Perubahan menjadi jantan biasanya terjadi setelah berumur 5-10 tahun atau berbobot badan kurang dari 10-15 kilogram.

Jenis ikan napoleon termasuk satwa langka. Kalau terumbu karang rusak, ikan napoleon bisa kehilangan tempak tinggal dan dikhawatirkan punah. Padahal, ikan ini sulit dikembangbiakkan di luar habitatnya. Kalau cuma untuk hidup, bisa saja di miniatur laut seperti yang ada di Sea World Indonesia: di sana ada beberapa ekor ikan napoleon. Namun, penelitian Loka Budidaya Air Payau Situbondo menyebutkan, peluang ikan ini bisa beranak pinak di kolam percobaan sangat kecil. Meski telah berhasil dipijahkan, tingkat survival ratenya hanya 2-3%.

Di perairan Indonesia, kita dapat menemukan kerajaan “napoleon” hidup di sekitar daerah Irian (raja empat), perairan Sulawesi Tenggara (kabupaten Buton, perairan Wakatobi), perairan Sulawesi Utara (Bunaken), perairan Nusa Tenggara (Sikka), perairan Sulawesi Selatan (Takabonerate), perairan Maluku, Kepulaun Riau, dan lain-lain. Shodiqin [Polemik, Tahun I, Edisi 4, 23-29 Maret 2009]


Label:

0 komentar: