Joko Widodo: Wali Kota Pasar Tradisional dan PKL

Tidak semua orang punya komitmen kuat untuk membina PKL dan pasar tradi­sional. Keduanya itu selalu diangap kumuh, jorok dan bau busuk. Tapi tidak untuk Wali Kota Solo, Jokowi. Baginya pasar tradisional dan PKL merupakan potensi.

Joko Widodo atau Jokowi memang berpengalaman dalam mengembangkan kreatifitas dan inovasi. Dia melihat adanya satu potensi besar di kalangan PKL dan pasar tradisional. Bagaimana pun mereka itu perlu dibina dan diberikan kemudahan oleh pemerintah daerah.

“PKL di kota yang lain dipandang sebagai momok, di kota Solo saya memangdang PKL berbeda, PKL sebagai sebuah potensi,” katanya ketika menyampaikan pandangan dalam Dialog Publik di Bentara Budaya beberapa waktu lalu. Demikian juga dengan pasar tradisonal, ia tata sedemikian rupa sehingga dapat menjadi tempat transaksi yang indah dan nyaman.

Wali kota yang santun ini tidak berani melakukan tindakan ke­sewenang-wenang kepada war­ganya yang berprofesi sebagai PKL. “Kalau di tempat lain, kalau mau menggusur PKL itu pasti gunakan satpol PP dan aparat, gebuk-gebukan. DI Solo saya ngak mau begitu. Saya tidak mau latah menangani PKL dengan gebug-gebugan,” paparnya.

Konsep Jokowi dalam petaan PKL di kot Solo, yaitu membuat kawasan PKL, membuat kantong-kantong PKL, relokasi, membuat selter, membuat gerobak, dan membuat tenda. Semua itu diberikan secara gratis. Pemkot kota Solo pun mengeluarkan dana senilai Rp Rp 9,6 miliar dari APBD 2006 untuk pemimdahan PKL klithikan Banjarsari ke Semanggi.

Sejumlah 999 PKL yang berdagang di seputar Monumen 45 Banjarsari pun mendapatkan berbagai fasilitas cukup bagus dari Pemkot di lokasi baru selain kemudahan permodalan. Untuk itu Jokowi membantu para pedagang kaki lima menyiapkan dana penjamiman kredit sebesar Rp 9 miliar. Dana penjaminan kredit itu diberikan cuma-cuma, tujuannya supaya para pedagang kaki lima bisa akses ke perbankan.

Wali Kota yang bersusia muda ini menata kehidupan mereka sesuai dengan pengalaman dirinya semasa mengwali karir sebagai pengusaha. “Saya ingat dulu mulai dari nol, mau cari pinjaman ke bank itu sulitnya itu mesti ditanya ijin. Mau cari ijin diminta juga uang, untuk modal saja ngak cukup, diminta lagi uang untuk ijin,” kenangnya.

Unik memang cara pendekatan Jokowi kepada para PKL. Jokowi melakukan pendekatan yang sifatnya manusiawi dengan menyerap aspirasi dan keinginan mereka, sebelum dipindahkan ke tempat baru, sebuah tempat yang sangat elit namanya Banjarsari. Disitu sudah diduduki kurang lebih 13 tahun oleh lebih 999 PKL, tiga periode wali kota tidak bisa memindahkan.

54 kali Jokowi mengajak para PKL makan bersama di kediamannya. Para pedagang pun aneh dan kaget, bukan intruski penggusuran yang diterima para PKL tetapi ajakan makan bersama. “Saya baru berani ngomong, bapak dan ibu akan saya pindahkan. Mereka diam semua, karena sudah makan siang dan makan malam,” tuturnya sambil tersenyum.

Truk disediakan pemerintah kota sendiri, Jokowi ingin menunjukkan pentingnya kesadaran kolektif dalam menata wilayah. Perpindahan PKL dari tempat lama ke tempat baru itu diarak dengan kirab prajurit keraton, diiringi kereta keraton dan prajurit kraton dan ditonton oleh 400.000 masyarakat. Sambil membawa tumpeng masing-masing para PKL pun tersenyum puas dengan parade itu. Kini monumen Banjarsari sudah kelihatan, ruang hija pun kembali terlihat, tempat kumuh itu kini menjadi tempat rekreasi gratis anak-anak.

Nama Jokowi pun berkibar ke pentas Dubai dan Denhaag. “konsep yang saya buat dari mereka serndiri, apa keinginan mereka, apa aspirasi mereka, itu yang saya buat konsep, itu pun konsep lapangan,” lanjutnya.

Kemudian pasar tradisional, kalau di tempat lain yang namanya pasar tradisional mau dibangun pasti terbakar dulu. Itu latah terjadi dimana-mana. Di kota Solo menurut Jokowi ada 37 pasar tradisional dan 16 ribu pedagang. Setiap tahun pemerintah kota di Solo membangun 4 pasar tradisional, semuanya itu diberikan dengan gratis. Tetapi pemerintah kota mengutip Rp 2600 setiap hari untuk mencicil harga kios, kira-kira 8 tahun mereka pun dapat melunasi harga kios baru.

Tahun ini menurut Jokowi, semua pedagang tradisional di kota Solo akan diberikan uniform, “Biar tidak kalah dengan mall dan super market,” ujar lulusan UGM ini. Memang wali kota Solo ini menggarap pasar tradisonal secara profesional, targetnya agar pasar tradisonal tidak kalah dengan mall dan supermarket. “Di Solo mall pakai hadiah moter, tahun ini juga di kota Solo pasar tradisional akan diberi hadiah mobil. Kita tidak mau kalah dengan mall,” lanjutnya.

Penampilan Jokowi memang sederhana, tidak seperti para birokrat lainnya. Padahal ia seorang pejabat pemerintah sebuah kota yang cukup terkenal dan bersejarah. Karena itulah dia punya pe­ngalaman tidak dianggap oleh orang-orang kedubes RRC ketika dirinya bertandang menghadiri undangan HUT negara itu.

Pengalaman ketika dirinya menghadiri peringatan HUT RRC di Jakarta terbukti. Awalnya ia tidak dilirik oleh sang pengundang dan para tamu lainnya, setelah Jokowi mengeluarkan kartu nama, mereka percaya padanya. “Setelah itu banyak investor datang kepada saya, terutama Cina,” ceritanya.

Memang begitulah penampilang Jokowi, sederhana dan tidak glamour. Ia menunjukan seorang yang berpendirian dan berpengalaman di lapangan. Sebagai seorang pengusaha ia selalu berhadapan dengan rintangan dan kendala dalam merancang usahanya. Pengalaman itu membuat dirinya sadar bahwa masyarakat membutuhkan kemudahan dalam mengurusi berbagai hal.

19 tahun Jokowi menggeluti dunia import meubel. Kesulitan-kesulitan pernah dirasakannya selama meniti karir di bidang suaha itu. Ia tidak mau kesulitan itu dirasakan oleh warga kota Solo yang dipimpinnya sekarang. “Perizinan yang sebelumnya 8 bulan sampai 1 tahun kemudian saya potong hanya 6 hari. Itu pun dengan mencopot banyak kepala dinas,” jalasnya.

Pengalaman sebagai pimpinan di kota Solo dapat memberikan pelajara pada dirinya. Janji-janji yang tidak ditepati menyebabkan trust rakyat hilang terhadap pemerintah. Kalau ada keberpihakan pimpinan terhadap rakyatnya, mudah sekali mengatasi apa masalah yang dihadap sekarang ini. “Ini harus ada keberpihakan pimpinan daerah, nasional terhadap rakyat lemah dan miskin sehingga trust itu terbangun kembali,” jelasnya.

Jokowi melihat ada yang hilang dari para pemimpin bangsa saat ini. Bangsa ini sudah kehilangan para pemimpina yang diharapkan bersama. Menurut penuturan pria kelahiran Solo ’61 ini, beberapa hal yang hilang daripara pemimpin nasional sat ini; pertama, pribadi dengan kejujuran dan punya integritas. Kedua, pribadi yang gigih dan kerja keras, ketiga, pribadi yang cerdas tetapi juga tegas. “Saya juga ingin menghimbau, marilah kita tinggalkan yang ini,” ajaknya.[Figur » Edisi 103 / Tahun II / Tanggal 9 Juni - 15 Juni 2008]

Label:

0 komentar: