Medi Botutihe: Bersih Lingkungan, Pemerintah Transparan

Selama dua periode menjabat walikota Kota Gorontalo, kepemimpinan Medi Botutihe terbilang berhasil. Empat kali meraih Adipura: 2004, 2005, 2006, 2007, dan pelayanan publik dipandang memuaskan masyarakat.

“Biar hitam si buah manggis”. Itulah ungkapan yang kerap kita jumpai di tengah masyarakat. Maksudnya adalah kita jangan sampai menilai sesuatu dari luarnya saja, tetapi tengoklah isinya. Untuk menilai buah, jangan melihat kulit buah manggis yang berwarna coklat hitam, tetapi daging buahnya yang berwarna putih, bertekstur halus, dan rasa yang manis bercampur asam –menimbulkan rasanya yang khas dan segar. Nah, seorang Medi Botutihe yang adalah khalifah, juga lazim tampil mirip seperti buah manggis. Boleh jadi sang khalifah itu bertampang garang, tetapi ternyata tutur katanya lembut, menyenangkan, dan berhati mulia.
Di sinilah pertautan antara buah manggis dan Medi Botutihe, seorang walikota, yang juga tokoh adat, dijalinkan. Sebagai pemimpin atau khalifah, Medi Botutihe dinilai bertampang garang. Namun, di balik tampangnya yang garang, ia adalah orang yang arif dan bersahaja.
Pada 8 Mei 1998, ia menorehkan lembaran baru di gelanggang pemerintahan ketika memenangi pemilihan walikota. Ketika itu, Medi Botutihe nyaris tak percaya dengan kenyataan perhitungan suara akhir yang mencatat skor: 15:3:2 untuk keunggulan dia terhadap dua nama kandidat lainnya. Pada periode berikutnya 2003-2008, Medi Botutihe terpilih kembali menjadi Walikota Gorontalo dengan keunggulan satu angka, 13:12.
Ayah lima putra dan opa dari sepuluh cucu ini akan menapaki usia 67 tahun pada 12 September 2008. Begitu panjang cerita di belakang waktu yang Medi Botutihe gores. Dari yang manis, pahit, hingga berujung luka. Dari pujian hingga kecaman. Ia memang sosok unik dan langka. Disayang-sayang oleh kalangan yang proporsional memandangnya, tapi juga dikritik habis oleh pihak-pihak yang memintanya mundur dari jabatan walikota.
Karena kelewat nakal waktu di Sekolah Rakyat, gurunya menempatkan Medi Botutihe kecil duduk sebangku dengan cewek. Juga mengangkatnya menjadi komandan acara baris berbaris di sekolah. Ajaib, kenakalannya, berhenti sejak ia diberi kepercayaan menjadi pemimpin. Sekarang gantian, bak guru kelas, ia memberi teguran dan peringatan jika kawan-kawannya melanggar peraturan sekolah.
Bakat Medi Botutihe menjadi calon pemimpin, ternyata sudah dibaca oleh seorang Cina Gorontalo, teman dagang bapaknya. Disebutkan, garis tangan Medi Botutihe memperlihatkan tanda-tanda ia dihampiri “Bintang Terang”. Ramalan itu terbukti kemudian. Salah satunya pada peristiwa 8 Mei 1998 di atas. Berikutnya, kembali terjadi pada Juni 2000 ketika Medi Botutihe diberi pulanga, gelar kehormatan adat tertinggi, berupa Ta’uwa berdasarkan musyarawah yang dihadiri seluruh pemangku adat.
Walikota Kota Gorontalo Medi Botutihe telah menggulirkan konsep pemerintahan yang terbuka. Karena itu, seluruh kegiatan pemerintah Kota Gorontalo dapat dipantau serta diikuti oleh masyarakat, informasi yang dikuasai-dimiliki pemerintah Kota dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat, proses pengambilan keputusan (sepanjang menyangkut hajat hidup orang banyak) bersifat terbuka bagi masyarakat untuk terlibat di dalamnya, dan dapat diajukannya keberatan apabila hak-hak pemantauan, pelibatan masyarakat dan akses informasi diabaikan atau ditolak. Dengan kata lain, masyarakat Kota Gorontalo dalam konsep open government memiliki: (1) right to observe; (2) right/access to information; (3) right to participate; dan (4) right to appeal/complain.

Program Bulan Masyarakat Mengadu (Bulan Madu), yang secara resmi dilakukan selama bulan Desember 2006 namun hingga kini terus berjalan, merupakan program Pemerintah Kota yang mendasarkan pada konsep open government tersebut. Masyarakat berhak mengadukan apa saja melalui telepon/sms ke 8715050 atau datang langsung ke Posko Induk Bulan Madu di Kantor Pemerintah Kota Gorontalo, Jl Ahmad Yani No.03 Kota Gorontalo. Untuk melayani keluh kesah masyarakat, Pemerintah Kota mendirikan Posko 4 CT (Cepat Temu, Cepat Tanggap, Cepat Tindak, Cepat Tuntas.

Bingkai yang dibangun Walikota mengantarkan Kota Gorontalo mampu bersaing dengan Kota-Kota lainnya di Indonesia. Terbukti, pada 24 Februari 2005 Kota Gorontalo mendapat KPPOD Award, sebagai (1) Kota dengan daya tarik investasi dengan kategori A untuk kategori Umum, dan (2) peringkat terbaik daya tarik investasi Kota di Indonesia tahun 2004, dengan kategori peringkat A untuk kategori Kelembagaan. Lalu, pada 2 Mei 2005, mendapatkan Piagam Widya Krama, yaitu prestasi tertinggi dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun.

Selama kepemimpinan Medi Botutihe, Kota Gorontalo terbilang sukses menunjukkan keunggulannya bersaing dengan Kota-Kota lainnya di negeri ini. Empat kali berturut-turut Kota Gorontalo meraih Adipura: 2004, 2005, 2006, 2007. Pada 2007, Kota Gorontalo juga merupakan kota yang indeks kepuasan publiknya tertinggi (82,05), mengalahkan Jakarta di posisi kedua.

Namun begitu, kursi kepemimpinannya digoyang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Gorontalo, sepanjang April-Mei 2007. Dalam rapat paripurna DPRD Kota Gorontalo pada 30 April 2007, diputuskan bahwa DPRD mengajukan usul pemberhentian Walikota Gorontalo, kepada Menteri Dalam Negeri dan Presiden. Alasannya, Medi Botutihe melakukan pengalihan aset, berupa tanah, yang di atasnya dibangun Quality Hotel, tanpa persetujuan DPRD Kota Gorontalo. Namun Medi Botutihe pasrah. “Kalaupun diberhentikan, saya tetap ikhlas. Apa yang saya lakukan semata-mata demi kepentingan masyarakat dan ibadah,” katanya. Hanya Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Gorontalo AW Thalib, yang membeberkan kronologi pendirian Quality Hotel, beserta bukti-buktinya, termasuk persetujuan DPRD Kota Gorontalo terhadap pendirian Quality Hotel tersebut.

Meski ia memiliki bukti bahwa pendirian Quality Hotel adalah kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi Gorontalo, DPRD Provinsi Gorontalo, Pemerintah Kota Gorontalo dan DPRD Kota Gorontalo, Medi Botutihe tak lantang menyerang balik. Ternyata di balik tampangnya yang garang, ia seorang khalifah yang berhati mulia. Tulus! Dan kepemimpinannya sebagai walikota pun berakhir khusnul khatimah.[Figur » Edisi 102 / Tahun II / Tanggal 2 Juni - 8 Juni 2008]

Label:

3 komentar:

budimanshartoyo.blogspot.com said...

Apa kriteria seorang tokoh sehingga layak diwawancarai dan ditulis (dalam blog ini)? Botutihe, Walikota Gorontalo, misalnya, di mana ketokohannya? Mengapa dia terpilih untuk ditulis, ditonjolkan? Apa pentingnya bagi publik?

algembira said...

No comment.

budimanshartoyo.blogspot.com said...

Salam
Ada salam dari Lisa Dama Gorontalo untuk Bung Shodiqin dan bung Yudi Yusmili. Dia tanya kapan honor dibagi. Juga buat saya dong, 2 presen saja. Masak lupa sama teman....