Aib Al Amin Sandungan PPP

Tertangkapnya Al Amin Nasution oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagetkan politisi DPR RI (Senayan) lainnya. Wakil rakyat yang tadinya tergolong “sakti” tiba-tiba tersentuh oleh tangan KPK. Apalagi, proses Al Amin menyandang status tersangka, terkesan begitu cepat.

Al Amin Nasution adalah ketua DPW PPP Jambi. Ia duduk di kursi DPR RI sebagai anggota Komisi IV, yang menangani urusan kehutanan. Nah, dalam mengurusi kehutanan itu antara lain agar hutan lestari, Al Amin malah bertindak curang: menerima “suap” untuk mengalihfungsikan hutan lindung menjadi kawasan pemerintahan dan bisnis. Al Amin dijanjikan akan menerima suap Rp 3 milyar, sementara masyarakat celaka: rugi Rp 5,6 trilyun.
Al Amin, bermakna “yang terpercaya” runtuh di tangan sang empunya nama Al Amin Nasution tersebut. Padahal Rasulullah Muhammad dijuluki sebagai Al Amin, karena beliau tidak pernah berdusta, tidak menerima suap atau korupsi. Julukan itu diberikan masyarakat Arab saat itu yang notabene masih jahiliyah.
Bisa jadi orang tua yang memberi nama anaknya dengan Al Amin, berharap agar anaknya meniru akhlak Rasulullah Muhammad. Namun, apa daya yang terjadi sang anak malah menzalimi “nama” dirinya dan menzalimi posisinya sebagai wakil rakyat. Jadilah susunan kalimat yang kontras: “Al Amin Sang Penerima Suap!”
Tentu saja kontras antara nama dan perbuatan seseorang si empunya nama terjadi pada banyak orang dan anggota-anggota DPR RI lainnya. Al Amin tertangkap tangan karena menerima “suap” adalah potret bahwa rumor yang mengemuka selama ini bahwa para wakil rakyat di Senayan sudah akrab menerima suap bisa jadi benar adanya. Karena itu, penyelidikan terhadap mereka juga harus segera dilakukan.
Sebelum kolega-kolega Al Amin di DPR berkomplot menjadikannya sebagai “pembuang sial”, KPK harus berani melangkah ke sana. Sebab diduga, alur suap menyuap itu tak hanya melibatkan Al Amin. Untuk menggolkan rencananya memuluskan pengalihfungsian hutan lindung, Al Amin memerlukan dukungan DPR, dalam hal ini Komisi IV yang membidangi kehutanan, perkebunan, perikanan, dan pertanian.
Aib Al Amin Sandungan Bagi PPP
Tebar pesona Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sejak Suryadharma Ali terpilih menjadi Ketua Umum DPP PPP, terganggu oleh kelakuan Al Amin. Setidaknya aib Al Amin yang menggema secara terus menerus belakangan ini, sedikit banyak akan berpengaruh pada sikap konstituen PPP pada 2009 nanti.
Untuk orang-orang Pantura misalnya, mereka akan berbalik 180 derajat menyikapi tokoh yang tidak amanah, apalagi diduga korupsi. Dari mendukung berbalik membenci. Dan yang mengkhawatirkan, umumnya mereka meninggalkan sang tokoh beserta segala atribut yang menempelnya. Apakah sikap orang-orang Pantura benar-benar demikian? Hal ini bisa diuji dari Pilkada Gubernur Jawa Tengah nanti. Jika benar HM Tamsil (kini bupati Kudus) menjadi calon gubernur yang didukung oleh PPP (bareng sama PAN) menang dalam pilkada, itu boleh dibilang prediksi ini salah. Tapi jika sebaliknya, Tamsil kalah, maka tak bisa dipungkiri bahwa konstituen sudah mulai mendasarkan pilihannya pada perilaku orang yang dipilih. Itu berarti, perilaku tokoh PPP akan berpengaruh pada sikap konstituen dalam menentukan pilihannya.
Tak bisa diabaikan, masyarakat akan selalu menyoroti sepak terjang wakil-wakilnya di Senayan, lebih-lebih konstituen partai Islam semacam PPP yang lebih mendasarkan pilihannya pada aspek ketokohan daripada program partai. Oleh sebab itu, sudah tepat langkah yang diambil PPP menonaktifkan Al Amin dari kepengurusan DPW PPP Jambi. Biar ketidaksukaan orang pada Al Amin “yang tak terpercaya” itu tak merembet ke partai berlambang ka’bah ini.
Inilah momen untuk membersihkan para pengurus PPP lainnya yang tidak memegang amanah rakyat atau konstituennya. Perang suci melawan korupsi bisa menjadi isu penting bagi PPP mengalahkan serbuan aib pengurusnya, sekaligus menarik kembali konstituen PPP yang pindah “rumah”. PPP bisa tampil menggerakkan basis teologis yang sudah diletakkan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah untuk melawan korupsi.
Dengan begitu, PPP akan bisa mengembalikan citra dengan terus menerus menjaga nama baik tanpa perbuatan buruk para pengurusnya. [OI, Perspektif, Edisi 095, 14-20 April 2008]


Label:

0 komentar: