Iwan Bokings Membangun dari Dusun

Serba “yang pertama”, itulah model pembangunan yang diterapkan Iwan Bokings di Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo. Ia, bupati yang pertamakali mensubsidi raskin, mengumumkan daftar gaji pejabat di pendopo kabupaten, draf APBD disebar ke dusun-dusun, retribusi jasa pemakaian kendaraan dinas di luar jam kantor, kain kafan buat koruptor, dan membangun berbasis dusun.

SEKALI layar terkembang, pantang surut ke pantai. Itulah tamsil yang cocok untuk menggambarkan etos kerja Iwan Bokings. Pria yang satu ini selalu menempatkan tugas sebagai amanah yang harus tuntas. Tepat, rakyat Kabupaten Boalemo memberinya kepercayaan menjadi bupati di wilayah tersebut. Tak tanggung-tanggung, mandat rakyat itu dipercayakan kepadanya untuk periode 1999-2001, 2001-2006 dan 2007-2012.

Kepercayaan rakyat yang begitu besar kepada Iwan tentu sangat berdasar. Bukan karena sudah dikenal, tapi juga tingginya rasa empati dan peduli kepada khalayak yang membuat ia didukung. Ia rela melepas waktu liburnya demi melayani rakyat. “Saya hampir tidak mengenal waktu untuk istirahat. Sabtu dan Minggu saya tetap bekerja,” ungkap suami dari Hajjah Kasma Bokings Bouty SE MM ini.

Waktu libur sering tersita karena Iwan justru kerap memanfaatkan masa akhir pekan, untuk mengunjungi warganya. Ia bersilaturahmi ke rumah para pemberi amanah, yang berada di dusun-dusun, berkilo-kilo meter jaraknya, naik turun gunung.

Hasilnya, kebijakan bupati Iwan Bokings sangat pro rakyat. Antara lain, kebijakan membebaskan rakyat miskin membayar raskin (beras miskin). Menurut Iwan, uang Rp 1.000 tersebut yang semestinya untuk membeli raskin, bisa dipergunakan untuk keperluan yang lebih produktif. Ini masuk akal karena di setiap KK (kepala keluarga) tak cukup hanya dengan membeli sekilo beras. Ada yang memerlukan 10 kilogram dan seterusnya. Sehingga, dari uang Rp 1.000 dikalikan 10 itu, bisa digunakan untuk sesuatu yang lebih produktif. Tapi, rencana pembebasan raskin ditolak DPRD Boalemo. Akhirnya, subsidi hanya Rp 500 per KK, rakyat miskin membayar Rp 500 per kg raskin.

Langkah Iwan meringankan beban orang miskin ini tetap ditentang DPRD dengan melapor ke Departemen Dalam Negeri (Depdagri), 28 Maret 2007. Alasannya, kebijakan ini tidak sesuai ketentuan. Selain itu, rakyat miskin terlalu dimanjakan. Namun jawaban Depdagri bertolak belakang dengan keinginan DPRD. Pada 16 April 2007, Depdagri melalui Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah menyatakan bahwa pemerintah kabupaten Boalemo tidak menyalahi aturan. Depdagri menganggap, pembebasan biaya raskin merupakan bentuk optimalisasi fungsi APBD sebagai instrumen pemerataan dan keadilan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tahu akan kebutuhan rakyat, Iwan pun menyebar poster yang berisi rincian dana APBD ke rumah-rumah warga di desa-desa maupun di dusun-dusun. Tujuannya, agar rakyat tahu persis program yang dijalankan pemerintah kabupaten. Sementara itu, proses penyusunan APBD juga didasarkan pada kebutuhan rakyat. Karena aspirasi rakyat itulah, maka setiap PNS (pegawai negeri sipil) yang bertugas di daerah terpencil mendapatkan tunjangan tambahan penghasilan. Seorang guru mendapat Rp 1.500.000,- per bulan, para medis Rp 1.750.000,- per bulan, dan dokter Rp 2.000.000,- per bulan. Begitu pula dengan subsidi raskin dan mengalokasikan dana APBD Rp 50 juta bagi pelapor korupsi.

Sikapnya yang merakyat, terutama terhadap rakyat miskin, membuat Iwan Bokings dijuluki “Panglima Rakyat Miskin”. Entah dari mana asal muasal julukan itu muncul, tapi masyarakat Boalemo mafhum ke mana arah sebutan tersebut jika meluncur ke khalayak. Dan memang, Iwan menjalankan kekuasaannya dengan melibatkan rakyat. Persetujuan rakyat (consent of the people) terhadap kekuasaan menjadi faktor menentukan dan karena itu istilah “akuntabilitas” merupakan sesuatu yang jamak dalam system pemerintahan kekinian. Salah satu buktinya adalah model pemerintahan Kabupaten Boalemo yang berjalan di atas rel good governance (pemerintahan yang baik).

Bupati Boalemo Iwan Bokings menata pemerintahannya ke arah adanya dan berfungsi baiknya beberapa perangkat kelembagaan, sehingga memungkinkan kepentingan rakyat bisa terjamin dengan baik. Hal ini mencakup adanya birokrasi yang bersih dan efisien, adanya legislatif yang aspiratif dan tanggap terhadap kepentingan masyarakat dan menjadi alat kontrol yang baik dan kontruktif bagi birokrasi pemerintah, adanya system penegakan hokum yang kredibel, termasuk aparat penegak hukum yang mempunyai integritas yang baik, serta adanya masyarakat warga (civil society) yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan warga serta mengontrol lembaga pemerintah. Juga termasuk di dalamnya, adanya distribusi kekuasaan yang seimbang dan saling mengontrol secara kontruktif, bukan demi para pemegang kekuasaan, melainkan demi kepentingan rakyat banyak.

Konsepnya dilatari oleh “kuasa rakyat adalah kuasa Tuhan”, sehingga model pembangunan yang diterapkan oleh kabupaten Boalemo berlandaskan kepentingan rakyat. Misalnya aura yang dibangun di ranah masyarakat religius tersebut mendahului negara dalam mengkampanyekan program anti korupsi. Sampai-sampai pegawai yang memakai kendaraan dinas di luar kepentingan kantor, dikenai sewa. Untuk kendaraan dinas roda empat (mobil) Rp 20.000,- per hari, sedangkan roda dua (motor) Rp 5.000,- per hari.

Slogan BERTASBIH (Beriman, Taqwa, Aman, Sehat, Bersih, Indah dan Harmonis) bagi Boalemo, terasa benar terimplementasikan. Boalemo mewujudkan good governance. Misalnya, pihak berwenang telah melakukan punishment dan reward kepada instansi dan atau para pegawainya. Ada penilaian instansi terburuk, penurunan pangkat PNS, penghargaan guru/ PNS/ honorer tenaga abdi teladan, hingga pemberian honor bagi aparat Desa/ Dusun.

Dilengkapi dengan program transparansi, antara lain (a.l.) pencantuman gaji pokok pejabat/PNS secara terbuka; dan laporan keuangan Pemkab diumumkan di koran. Partisipasi, a.l. bedah RAPBD bersama pemuda dan mahasiswa. Efisiensi, a.l. menurunkan pos belanja bupati dari tahun ke tahun. Hemat Energi dan BBM, a.l. menurunkan daya listrik 60% di seluruh kantor Pemkab dan kantor bupati; serta sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan program “hemat energi”, pejabat Boalemo sudah memulainya dengan naik sepeda ke kantor. Penegakan hukum, a.l. memberikan bonus kepada staf yang melaporkan korupsi di instansi. Peningkatan moral, a.l. ceramah anti korupsi. Reformasi pengadaan barang dan jasa, a.l. pengambilan sumpah bagi panitia tender di masjid. Pemberdayaan masyarakat, a.l. memberikan modal usaha kepada KK miskin.

Seiring dengan berjalannya pemerintahan yang baik, pertumbuhan ekonomi terus meningkat: 4% pada tahun 2000 dan 6,3% pada 2006. PAD (pendapatan asli daerah) juga meningkat: Rp 2 milyar pada tahun 2000 dan Rp 9 milyar pada 2006. Tahun 2006, World Bank memberikan apresiasi berupa bantuan sebesar Rp 4,5 milyar untuk program prakarsa pembaharuan tata pemerintahan daerah. Awal Mei 2007, ketika meninjau komoditi rumput laut yang menjadi unggulan sektor perikanan di Boalemo, World Bank menyatakan ketertarikannya. Abdul Wahab Sunetsa dari Tim World Bank menyatakan bahwa pengembangan budi daya rumput laut di Boalemo tepat dan potensial.

Kabupaten Boalemo yang menjuarai P2WKSS (Program Peningkatan Wanita Keluarga Sehat Sejahtera) se-provinsi Gorontalo selama 4 tahun berturut-turut (2003, 2004, 2005, 2006) ini, terus melaju dengan program kesehatan lingkungan. Barometer derajat kesehatan masyarakat ini terus dipacu hingga ke dusun-dusun. Apalagi, sang bupati memang sedang membangun daerahnya dimulai dari dusun-dusun.

Dalam APBD 2007, Pemerintah Kabupaten Boalemo telah menetapkan lebih berpihak pada rakyat kecil. APBD 2007 lebih diarahkan pada kepentingan rakyat kecil. Komposisi terbesar sekitar 70% dialokasikan untuk belanja langsung, 30% untuk belanja tidak langsung. Untuk mencapai target pembangunan berorientasi kerakyatan, pemerintah telah menetapkan metode pembangunan berbasis dusun.

Menurut Iwan Bokings, dalam pelaksanaan pemerintahan dan pelayanan publik di desa, sebetulnya yang jadi obyek adalah dusun. Status dusun, jika dilihat dari hak dan kewajibannya, perlu lebih diperbesar dan diatur melalui peraturan perundangan. Ini disebabkan karena di dusunlah bermukim rakyat yang harus diberdayakan. Tapi secara fisik relatif agak jauh rentang kendalinya dari kepala desa. Sebegitu jauhnya dusun dari kendali pusat desa, sehingga relatif hampir seluruh bantuan program/proyek hanya dinikmati oleh rakyat seputar pusat desa.

Di sisi lain, tidak ditetapkannya karakteristik dan program unggulan masing-masing dusun, yang kadang kala seluruh dusun dianggap sama, sehingga sering terjadi bantuan pemerintah/dinas kurang tepat sasaran. Misalnya bantuan bibit/benih pertanian yang diberikan kepada nelayan dan sebaliknya. Karena itu, potensi dusun harus terdata dengan baik. Dengan begitu diketahui, mana dusun yang berlahan sawah, dusun berlahan kering, dusun berlahan kritis, dusun perikanan, dusun peternakan, dan dusun perdagangan/jasa.

Lalu, kandidat doktor administrasi publik Universitas Negeri Makassar (UNM) ini pun menawarkan konsep “Desentralisasi Dusun”. Dusun menjadi pusat pelayanan publik. Dusun menjadi bagian dari pemerintahan Desa, yang otonom. Otonom dalam arti, kepala dusun harus dipilih, desa harus mendesentralisasi beberapa hak dan wewenangnya, kekuasaannya, kepada dusun. “Karena itu, kalau RUU Desa tidak memposisikan Dusun secara otonom, maka kita perlu mengatur lagi RUU Dusun,” kata ayah dua anak ini.

Tak hanya berteori, Iwan Bokings sudah menerapkan sebagian dari konsep desentralisasi dusun tersebut. Antara lain, pemerintah kabupaten Boalemo telah melangsungkan Pilkadus (pemilihan kepala dusun). Dari situ, hasil sudah diperoleh. Dalam penarikan PBB (pajak bumi dan bangunan), Boalemo meraih ranking 10 besar nasional secara berturut-turut pada 2004, 2005, 2006. Kini, per 20 Juni 2007, PBB yang diperoleh telah melampaui target PBB tahun ini, mencapai 127,25%. Dari target Rp 476 juta, realisasi pada bulan Juni Rp 670 juta. Menurut Iwan, salah satu kuncinya adalah berfungsinya aparat Dusun. Dan, kepala dusun pun diberi insentif sebesar Rp 375 ribu per bulan.

Merasa beroleh manfaat, Iwan mencanangkan “Dusun Sehat”, yang mulai dijalani tahun ini. Tapi, yang dimaksud “Dusun Sehat” tak hanya sehat secara lahiriah atau jasmaniah. “Saya mau dusun yang sehat jasmaniah dan rohaniah. Ada keseimbangan antara fisik jasmaniah dan mental rohaniah,” ujarnya.

Soal keseimbangan ini pula yang digagas Iwan dalam transmigrasi terpadu. Pemerintah Boalemo menerapkan sistem akulturasi. Sekitar 60% transmigran lokal bahu membahu dalam satu lokasi dengan 40% transmigran dari luar daerah.

Kedekatannya dengan kaum dhuafa, membuat Iwan hidup sederhana. Pola hidup model ini tak lepas dari pengalaman masa kecilnya. Ayahnya, MN Bokings, memperkenalkan Iwan kecil kepada kematian. Ketika Iwan sakit, sang ayah menanyakan lokasi mana yang dipilih untuk tempat berkubur. Juga, ketika Iwan menjalani operasi menentukan antara hidup-mati di Australia, lima tahun lalu. Iwan bernazar akan memberikan kesempatan hidup kedua kali bagi dirinya untuk kepentingan masyarakat miskin.

Mungkin karena itu, Iwan pernah empat kali menolak gelar “Doctor Honoris Causa”, dari empat lembaga pendidikan swasta di luar negeri. Iwan juga pernah menolak gelar “Khalifah Al Mustaqim” dan “Panglima Pembangunan” dari Fraksi Persatuan Penegak Demokrasi DPRD Boalemo. Ia kembali menolak gelar “Kiai Haji” yang diusung mahasiswa asal Boalemo karena kepeduliannya terhadap program keagamaan. Satu-satunya gelar kehormatan yang ia terima adalah Ta’uwa Lo Madala, setelah para pemangku adat me”maksa”nya. Namun, Iwan tetap berkomentar, “Rakyat Boalemo lah yang lebih layak menerimanya.” Boalemo Bertasbih dan Desentralisasi Dusun, juga ia persembahkan buat rakyat! (shodiqin nursa)

BIODATA
Nama
Ir. H. Iwan Bokings, MM
Tempat Tanggal Lahir
Ayuhulalo, 20 September 1953
Agama
Islam
Jenis Kelamin
Laki-laki
Alamat
Jalan Merdeka Kec. Tilamuta Boalemo
Isteri
Ny. Ha. Kasma Bokings Bouty, SE, MM
Anak
1. Ricky Zulkifly Bokings
2. Riska Nurain Muftadin

Pendidikan :
- SDN II Gorontalo tahun 1964- 1966
- SMP 2 Gorontalo tahun 1967-1969
- SMA Gorontalo tahun 1970-1972
- UNSRAT Manado Fakultas Pertanian 1973-1981
- Magister Management di STIE Widya Jayakarta, Jakarta (1998-2000)
- Mahasiswa S3 Jurusan Administrasi Publik Universitas Negeri Makassar

Pengalaman Organisasi Selama Studi :
- Pengurus IPSMA/OSIS tahun 1971
- Pengurus Ikatan Pemuda Pelajar Golkar tahun 1971
- Sekretaris Senat Mahasiswa Fakultas Pertanian UNSRAT (1977-1779)
- Anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) UNSRAT Manado (1979-1980)
- Ketua Perhimpunan Asrama Mahasiswa Perantauan di Manado (1980)
- Ketua Umum HPMIG-Manado (1980)
- Ketua Pemuda Panca Marga (PPM) Manado (1980)

Pengalaman Organisasi Setelah S1 :
- Ketua Himpunan Pelestari Lingkungan Hidup (HPLH) Nyiur Melambai Kabupaten Bolaang Mongondow (1981)
- Wakil Ketua KNPI Kabupaten Gorontalo (1981)
- Ketua KNPI Kabupaten Gorontalo (1984-1986)
- Ketua ORARI Gorontalo (1985-1987)
- Sekretaris I DPD Golkar Kabupaten Gorontalo ( 1987-1992)
- Ketua DPD Gorkar Kabupaten Gorontalo (1992-1997)
- Ketua DEPICAB SOKSI Kabupaten Gorontalo (1998-2001)
- Penasehat KAHMI Provinsi Gorontalo (2001)
- Ketua DEPIDAR SOKSI Provinsi Gorontalo (2001)
- Ketua DPRD Golkar Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo (2003-2005)
- Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Gorontalo (2006 sampai sekarang)

Pengalaman Kerja :
- Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS) pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Utara di Manado
- Kepala Seksi Penyuluhan Pertanian Kabupaten Gorontalo (1984-1985)
- Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kodya Gorontalo (1985-1986)
- Sekretaris Bimas Kabupaten Gorontalo (1986-1992)
- Wks Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Gorontalo (1992-1993)
- Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Gorontalo (1993-1998)
- Ketua BAPPEDA Kabupaten Gorontalo (1998-1999)
- Penjabat Bupati Boalemo (1999-2001)
- Bupati Boalemo pada tanggal 20 Juni 2001 Sampai dengan 20 Juni 2006
- Terpilih ulang pada Periode ke-2 sebagai Bupati Boalemo Provinsi Gorontalo dan dilantik pada 1 Februari 2007 sampai dengan sekarang

Penghargaan :
Dunia organisasi yang digeluti semasa muda telah memperkuat ilmu manajemennya,
hingga membuat dikenal sampai tingkat pusat. Dari situ, berbagai penghargaan
diperoleh, antara lain:
- Penyuluh Pertanian Teladan Nasional (1991)
- Satya Lencana LVRI (1994)
- Satya Lencana Karya Satya 10 Tahun (1998)
- Manggala Kencana (2002)
- Dan penghargaan dari Menteri Pendidikan Nasional atas kepedulian terhadap pendidikan luar sekolah (2002)

Disamping itu, penghargaan diperoleh pula dari LSM/Non Pemerintah, diantaranya :
- Citra Pembangunan Award (2000)
- The Best Award, Aktivitas SDM dan Keutuhan Persatuan Bangsa (2001)
- Asean Executive Golden Award (2001)
- Profil Eksekutif dan Pengusaha Indonesia (2000-2001)
- Citra Eksekutif Pembangunan Indonesia (2002)
- Adapun penghargaan yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan swasta dari luar negeri untuk gelar Doctor Honoris Causa (HC) sebanyak 4 kali dari institute yang berbeda ditolak, karena bertentangan dengan hati nuraninya dan prosedur akademis yang dijunjungnya.
[Profil, FORUM KEADILAN No. 10, 01 Juli 2007]


Label:

1 komentar:

Tatyana said...

Just read right now.didnt know he had great ideas n done with those wills