Mendorong Maluku Tak Malu-Malu Maju

“Selamat datang Pak Menteri..,” begitulah seorang master of ceremony (MC) membuka percakapannya dalam menyambut kedatangan Deputi Menneg PDT Bidang Pengembangan Daerah Khusus Ir Tatag Wiranto MURP di Saumlaki, ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Provinsi Maluku, Selasa dua pekan lalu.

Mengapa demikian? Pasalnya tentu karena pegawai negeri sipil (PNS) di daerah tak begitu mengenali wajah para menteri Kabinet Indonesia Bersatu yang umumnya terlalu sibuk di Jakarta. Penantian berbulan-bulan menunggu kedatangan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Ir HM Lukman Edy MSi membuat sikap kelewat semangat masyarakat MTB di mana menteri yang bersangkutan telah memastikan hadir.

Namun, ternyata Pak Menteri mendadak berhalangan hadir. Dan kabar batalnya kedatangan menteri yang baru diketahui beberapa jam sebelum acara penyambutan, membuat sang MC keliru menyebut tamu yang hadir: Pak Deputi jadi Pak Menteri. Rombongan yang hadir bersama Pak Deputi pun tersenyum simpul.

Meski demikian, pesan Menneg PDT yang diwakilkan kepada Deputi Menneg PDT Bidang Pengembangan Daerah Khusus itu tak mengurangi substansi digelarnya Rapat Koordinasi Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan (P2WP). Rapat Koordinasi yang dihadiri oleh peserta lintas departemen yang datang dari Jakarta itu berlangsung pada 3-6 Juni di Saumlaki, MTB.

Kabupaten MTB sebagai kabupaten perbatasan memiliki 13 pulau terluar –10 di antaranya telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah-- dan berbatasan dengan negara Timor Leste dan Australia, memiliki karakteristik kepulauan.

Nah, karena itu tugas Tatag Wiranto dalam rapat koordinasi P2WP yang diprakarsai Kementerian PDT itu sangat maksimal, yakni bagaimana mendorong wilayah perbatasan sebagai beranda depan NKRI. Selanjutnya beberapa langkah berikut, pertama, menyusun dan menyelaraskan program serta rencana strategis pengembangan wilayah perbatasan bersama sektor-sektor terkait.

Kedua, mengamankan wilayah perbatasan dari kegiatan ilegal serta memfasilitasi pergerakan barang atau orang secara sah, mudah dan legal. Ketiga, mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat MTB. Keempat, ikut menjaga dan memelihara ekosistem kepulauan yang tetap lestari.

Lantas, bagaimana menggerakkannya Pak Menteri, eh.. Pak Deputi? Menurut Tatag Wiranto, harus disiapkan infrastruktur dasar untuk pelabuhan dan lapangan terbang. Kemudian listrik. Selain itu, menyusun suatu rencana investasi untuk memberikan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat. Kemudian infrastruktur-infrastruktur pendukung untuk perkotaan dan perdesaan. Untuk perdesaan, yang paling penting di setiap komunitas itu harus ada listrik, air bersih dan telekomunikasi. Lantas, mengembangkan kerjasama dengan perbankan untuk membuka lahan usaha: yang unggul saja. “Kemudian kita membuat sektor pengembangan marine. Industri dan parawisata. Cukup itu dulu. Mungkin 5 tahun kita kerjakan,” ujar Tatag.

Sementara soal investasi, “Nanti kita bicarakan dulu, kita tidak tahu investasinya berapa. Yang penting rencananya dulu. Ini unggulan, karena menurut saya, dengan pariwisata itu kita membuka link ke Australia, turis Australia harus masuk ke sini. Oleh karena itu pelayanan terpadu untuk exit entry harus bagus, dengan misalnya mempermudah urusan visa,” tambah Tatag. Dengan begitu, menurutnya, “Harus ada center di daerah pariwisata itu, lokasi-lokasinya kita tata betul sampai dia menjadi unggulan.”

Untuk listrik, PT PLN (Persero) dan Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) telah menandatangani kesepakatan pembangunan kelistrikan di daerah tertinggal, April lalu. KPDT menargetkan tahun 2008 mampu menerangi 3.000 desa, dari total 32.000 desa berkategori tertinggal. Saat ini ada 32.000 desa tertinggal, yang otomatis belum masuk listrik. Sepertiganya, sekitar 10.000 desa atau 6 juta KK diperkirakan tidak masuk jaringan listrik PLN 5-10 tahun ke depan. Untuk yang 6 juta KK tersebut, telah dimintakan solusinya kepada Departemen ESDM. Penandatanganan telah dilakukan akhir Maret lalu. Sedang sisanya, diperkirakan dapat dimasuki jaringan PLN dalam lima tahun ke depan.

Kebutuhan listrik untuk desa tertinggal mencapai 600 megawatt (MW). Defisit ini dapat dipenuhi dengan membangun pembangkit bertenaga terbarukan, seperti tenaga surya, mikrohidro dan angin. Pembangkit model ini sangat cocok untuk memenuhi minimnya penerangan di MTB. Byar pet listrik di MTB akan segera usai jika sumber angin yang besar dan pusaran air laut yang tiada henti itu, dipergunakan sebagai tenaga untuk menerangi MTB.

Jika semua potensi yang ada digerakkan, melibatkan semua stakeholder, pemerintah, PLN, swasta, Pemda, dan masyarakat, kebutuhan penerangan di MTB akan segera terpenuhi. Bahkan, menurut Tatag, ada sistem kelistrikan bertenaga magnet yang hanya membutuhkan biaya awal saja. Soalnya, alat ini akan bergerak terus secara magnetik dengan hanya dihidupkan melalui aki. Dengan harga sekitar Rp 300-an juta untuk penerangan 40-an KK, alat ini terbilang terjangkau.

Dengan demikian, KPDT yang telah menerapkan program desa terang mencakup 120 desa di 47 kabupaten (2006), 170 desa di 77 kabupaten (2007) dan ditargetkan dapat mencapai 450 desa di 260 kabupaten pada tahun ini, kian mudah menggapainya.

Selain itu, demam lingkungan yang melanda KPDT dengan membuat tema “Green Development” sebagai program prioritas pembangunan pada 2008, yang meliputi lima program prioritas, yakni green energy, green estate, green bank, green movement dan green belt, dapat segera terwujud.

Dengan green energy, maka pemanfaatan sumber energi alternatif untuk desa tertinggal yang belum sepenuhnya tersentuh listrik akan segera menikmati terangnya listrik. Sedangkan green estate adalah penanaman satu juta pohon di desa-desa tertinggal dengan menanam tanaman produktif. Green bank, yakni mendirikan micro banking di perdesaan terkait pengembangan ekonomi lokal. Green movement adalah pembentukan kader penggerak pembangunan satu bangsa, yakni penguatan kelembagaan yang ada.

Green belt adalah program untuk desa tertinggal yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Selama ini banyak desa yang berbatasan langsung dengan negara tetangga justru berstatus tertinggal dan membuat negara tetangga lebih menggiurkan. Menurut Tatag Wiranto, perlu diperkecil jarak kesenjangannya agar wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga memiliki kesejahteraan yang sama dengan tetangganya. Bahkan harus lebih baik.

Jadi, sudah waktunya memang, mendorong Maluku Tenggara Barat tak malu-malu untuk maju. Daerah yang berbatasan dengan Timor Leste dan Australia itu, harus menggenjot pembangunan secara terpadu: paradise of hiterland?[Figur, Opini Indonesia Edisi 104 / Tahun III / Tanggal 16 Juni - 22 Juni 2008]



Label:

0 komentar: