Miniatur Sepeda Ontel Haji Hasyim

Bisnis miniatur sepeda ontel menggeliat. Pengrajin kuningan pun beralih memproduksi miniatur sepeda ontel dan berbagai miniatur lainnya.

Plat dan besi disulap wujudnya menjadi sepeda ontel. Haji Hasyim Sugeno, seorang pengrajin logam asal Desa Pahlandak, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, mempermak plat dan besi yang kadang didapat dari barang loakan itu menjadi sebuah miniatur sepeda yang unik dan antik. Karya seni hasil sentuhan tangan lelaki lulusan STM 1997 itu kini semakin banyak diminati sebagai cinderamata.

Hasil karya Hasyim mirip sepeda biasa dalam ukuran mini. Layaknya sepeda asli, pedal sepeda yang tingginya hanya 40 sentimeter dengan berat sekitar setengah kilogram itu bisa diayunkan, hingga rodanya yang juga memiliki jari-jari halus turut berputar. Agar terkesan mewah, miniatur sepeda itu dilapisi dengan cairan mengkilap berwarna emas atau perak. Hal itulah yang membuat kreasi Hasyim menarik.

Sepeda unik karya Hasyim banyak diminati konsumen baik di dalam maupun dari luar negeri. Sepeda-sepeda supermini itu kini juga bisa diperoleh di kawasan Jakarta, Semarang, Surabaya dan Bali. Menurut Hasyim, sepeda unik berbahan baku besi tiang pancang itu bahkan telah mampu menembus pasar di negara Eropa.

Dari usahanya membikin miniatur sepeda ontel, Hasyim menangguk omset Rp 40 juta lebih per bulan. Angka ini dihitung dari kuantitas produksi yang mencapai 300 buah per bulan, dengan kisaran harga Rp 90 ribu sampai Rp 300 ribu per buah. Sementara itu, dengan usahanya ini, Hasyim mempekerjakan 15 tenaga kerja dari lingkungan sekitar dengan upah per orang Rp 35 ribu sampai Rp 40 ribu per hari kerja.

Sejak 1999, Hasyim memulai usahanya membikin miniatur sepeda ontel, lantas beragam jenis miniatur pun dibikin seperti miniatur becak dan andong. Jenis miniatur sepeda yang apik dan antik ini terdiri dari sepeda perempuan kecil dan besar, sepeda laki-laki kecil dan besar, sepeda mandarin kecil dan besar, dan sepeda keranjang.

Dari mulut ke mulut para pembeli, pasar miniatur sepeda dan berbagai jenis miniatur buatan Hasyim meluas hingga ke berbagai kota di Indonesia. Lebih-lebih ketika Hasyim mulai aktif ikut berpameran di berbagai kota seperti Semarang, Jakarta dan kota-kota lainnya.

Dengan berpameran, ada beberapa pembeli asing yang kemudian membawa hasil karya Hasyim ke luar negeri. Lantas, pasar pun terbuka, apalagi organisasi ibu-ibu Indonesia yang tinggal di luar negeri pun ikut memamerkan miniatur sepeda ontel dan sejenisnya.

Pada Pameran Dagang Poznan (Poznan Fair), yang menjadi the real place for entrepreneurship bagi Polandia, Dharma Wanita Persatuan (DWP) KBRI Warsawa menyambut kesempatan itu ketika diminta untuk turut bersama KBRI Warsawa berpartisipasi dalam pameran Tour Salon, pada tahun 2007. Kala itu temanya promosi pariwisata Indonesia, sambil promosi barang-barang kerajinan.

Seperti tahun-tahun sebelumnya di kota Poznan ini selalu diadakan pameran tourism. Pada tahun 2007 dengan tajuk ”Tour Salon 2007”, pameran diselenggarakan mulai tanggal 24 – 27 Oktober. Dalam rangka peningkatan pemahaman masyarakat Polandia tentang potensi pariwisata Indonesia maka KBRI Warsawa turut berpartisipasi dalam pameran tersebut. Pameran ini diikuti sekitar 8000 exhibitor, termasuk 200 peserta pameran dari 38 negara, antara lain Indonesia, India, Costa Rica, Republic of South Africa, Turkey, Brazil, Venezuela, Peru, Syria, Finland, dan lain-lain. Pameran ini juga diliput sekitar 400 jurnalis koran, majalah, TV, radio dan online websites.

DWP KBRI Warsawa pada kesempatan ini membuka mini bazar kerajinan pada 26-27 Oktober untuk turut mempromosikan barang-barang kerajinan khas Indonesia. Sekitar 36 jenis barang kerajinan tangan asal Indonesia dijual dengan produk andalan berupa miniatur sepeda, becak dan andong. Kehadiran mini bazar tersebut mendapat respon positif dari pengunjung. Tak sedikit pengunjung yang singgah sekadar melihat-lihat atau membeli produk kerajinan tersebut. Hingga akhir bazar sekitar 90% barang kerajinan habis terjual. Rata-rata pengunjung menyukai barang kerajinan yang unik dengan harga yang tidak terlalu mahal.

Nah, pasar miniatur sepeda ontel pun kian meluas bukan? Maka, tak salah kalau kemudian Hasyim lebih fokus memproduksi miniatur sepeda ontel yang sebagian besar garapannya berukuran panjang 45 sentimeter, tinggi 28 sentimeter, dan warna hitam bervariasi kecoklatan (ada juga yang berwarna keemasan dan keperakan). “Peluang pasar lebih menarik, hingga saya beralih ke kerajinan miniatur sepeda ontel dan sejenisnya,” ujar Hasyim.

Sebelum menekuni usaha pembuatan miniatur sepeda ontel dan sejenisnya, sejak remaja Hasyim sudah terlibat dalam dunia usaha. Ayahnya adalah pemilik “Permadi Kuningan”, yang memproduksi berbagai asesori interior dan ekterior terbuat dari kuningan. Sejak berdiri pada 1989, Permadi Kuningan terus menggeliat hingga kemudian melorot produksinya pada tahun 1999 karena kesulitan mendapatkan bahan baku.

Karena itu, pewaris Permadi Kuningan, yakni Haji Hasyim Sugeno segera menangkap peluang lain yakni membikin miniatur sepeda ontel pada 1999. Dan, pasar pun menyambutnya dengan banyaknya order!

Nikmatnya Sepeda Ontel
Sepeda ontel yang telah berabad-abad menjadi alat transoportasi itu, memang menyehatkan dan tentu saja tidak menimbulkan polusi. Karena itu, beberapa negara di dunia memberikan tempat khusus bagi beroperasinya sepeda ontel ini. Salah satunya adalah Shenzen-Cina.
Shenzen adalah salah satu kota terbesar di Cina, setelah Beijing dan Shanghai. Luasnya sekitar dua ribu dua puluh kilometer persegi, atau tiga kali lebih luas dibanding kota Jakarta. Dan penduduknya sekitar tujuh juta jiwa.
Sembilan puluh lima persen penduduknya adalah kaum migran yang datang dengan beragam latar belakang budaya. Sehingga membuat Shenzen menjadi kota urban yang moderen dan maju.
Meski begitu, bersepeda sebagai tradisi lama di Cina tak sirna. Kendati transportasi sudah begitu canggih, mengemudikan sepeda di sana aman dan nyaman. Pemerintah kota melarang keras penggunaan sepeda motor di jalan-jalan kota. Sebagai gantinya, adalah sepeda ontel. Benda yang diciptakan berabad-abad lalu itu masih setia menemani penduduk kota Shenzen.
Tetapi, di Indonesia berbeda. Kebiasaan bersepeda yang dulu digemari nyaris sirna. Kota Yogyakarta yang dulunya terkenal dengan orang-orangnya yang setia bersepeda, hingga muncul banyak komunitas penggemar sepeda –kini hilang ditelan zaman, yakni zaman kendaraan bermotor. Apalagi di kota-kota lainnya seperti Jakarta, orang bersepeda semakin terpinggirkan.
Namun demikian, rasa rindu bersepeda sebenarnya masih bergejolak. Ini terbukti dengan banyaknya orang Indonesia yang melampiaskan hasratnya itu dengan mengoleksi miniatur sepeda ontel! [OI, Profil Usaha, Tahun III Edisi 109, 21-27 Juli 2008]


Label:

0 komentar: