Menimbang Kepemimpinan Politik 2009

Menjelang gawe besar pemilihan umum (Pemilu) 2009, ingar bingar politik kian ramai mewarnai ranah kehidupan bangsa Indonesia. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan 34 partai peserta Pemilu 2009 dan jadwal kampanye partai pun telah dimulai sejak Sabtu 12 Juli 2008. Tak heran bila pemandangan di jalan-jalan ramai dihiasi bendera-bendera partai dalam berbagai bentuk dan beragam warna.

Masalahnya, apakah partai-partai peserta Pemilu 2009 itu mampu menduduki tempat terhormat dalam masyarakat? Fakta bahwa banyaknya orang-orang partai yang kemudian duduk di lembaga legislatif (DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota) mengingkari kewajibannya sebagai wakil rakyat bahkan berbuat malu melakukan korupsi, sedikit banyak akan berpengaruh pada sikap masyarakat yakni keberadaan partai tak begitu dipercaya sebagai wadah aspirasi mereka.

Menuju ke suatu waktu di mana politik merupakan istilah dengan sejumlah konotasi positif yang dihubungkan dengan kemaslahatan bersama, tentu masih jauh dari harapan kalau tidak dikatakan mustahil. Apalagi, di zaman modern ini, sejalan dengan diferensiasi kehidupan masyarakat, the primacy of politics tidak lagi berlaku. Tak seperti di Athena klasik, pada zaman Plato dan Aristoteles, di mana politik merupakan kegiatan manusia yang terpenting, sehingga Aristoteles merumuskan politik itu sebagai master science yang hanya dimiliki orang-orang yang excellent dan telah banyak makan asam garam kehidupan.

Meskipun begitu, politik tetap saja penting dan akan selalu ada dalam kehidupan masyarakat. Politik yang kerap tidak menyenangkan itu tak tergantikan posisinya hingga setiap orang tak dapat membebaskan diri dari politik. Sebab, di mana pun Anda berada tidak mungkin bebas dari sengatan global warming yang langsung atau tidak langsung merupakan produk politik dan hanya bisa ditanggulangi secara politik.

Kepemimpinan Politik
Hakekat pemilu adalah memilih kepemimpinan politik. Rakyat memberikan mandat untuk mengurus segala kebutuhan dan persoalan melalui kepemimpinan politik yang dibentuk partai. Substansi politik yang perlu diperhatikan partai dan pemilih adalah terkait dengan pandangan, gagasan, dan jalan yang akan ditempuh partai untuk mengatasi persoalan yang dihadapi bangsa. Rakyat akan melihat apakah partai memahami permasalahan yang dihadapi bangsa dan memiliki jawaban untuk mengeluarkannya dari permasalahan.

Indonesia memang masih menghadapi masalah yang rumit. Reformasi yang sudah berjalan satu dasawarsa baru menghasilkan perubahan pada tingkat forma politik dan belum menghasilkan perbaikan substansi kehidupan berbangsa-bernegara. Perubahan politik itu juga tidak menghasilkan spektrum pilihan politik yang meluas dan perilaku politik bermoral-bermartabat. Sebaliknya, perubahan itu justru memberi ruang pada primordialisme dan tumbuhnya perilaku politik instan yang hanya berorientasi pada kepentingan pragmatis, jauh dari moralitas umum.

Seperti kata Habermas, politikus dan masyarakat modern bergerak didasarkan atas dua tindakan strategis: tindakan stratetgis yang berbentuk penipuan sadar (manipulasi) dan tindakan strategis yang berbentuk penipuan tak sadar (ideologi). Dengan menghembuskan manipulasi (penipuan sadar) dan ideologi (penipuan tak sadar) yang disuntikkan ke masyarakat, partai dan para politisi menjelma menjadi kekuatan politik yang mengambil keuntungan masyarakat. Masyarakat menjadi lapisan yang ditundukkan oleh slogan dan janji politisi tiap menghadapi pemilu.

Karena itu, diperlukan pemimpin politik yang memiliki rekam jejak baik dan memiliki motivasi, semangat, dan keyakinan dalam menghadapi masalah hari ini dan hari depan. Pemimpin politik yang dicari adalah orang-orang yang dapat menumbuhkan dan menguatkan kesadaran dan keyakinan bahwa Indonesia sanggup memulai hidup dari kekuatan sendiri.

Kesadaran dan keyakinan masyarakat menjalani hajat hidup hari ini dan hari depan juga dapat dibangkitkan kalau sang pemimpin politik bersedia bertindak amanah. Stop korupsi dan segala bentuk komersialisasi kekuasaan yang melibatkan korporasi besar dan membuat masyarakat menderita, sementara sang pemimpin politik bergelimang harta. Masyarakat butuh pemimpin politik yang tidak takut memaknai jabatannya sebagai perjuangan kepahlawanan. Dari sinilah perilaku politik calon pemimpin yang diajukan partai diuji, apakah punya kredibilitas dan integritas mengemban daulat rakyat?

Pemilu 2009 Potret Pemilu 2004?
Mengacu pada temuan Lembaga Survei Indonesia (LSI), PDIP bakal menduduki tempat terfavorit dengan 20 persen pemilih pada Pemilu 2009. Urutan selanjutnya, Partai Golkar (17,5 persen) dan Partai Demokrat (14 persen). Adapun PPP, PKS, termasuk PKB, berada di level yang sama dengan perolehan 4 persen. PAN terpuruk dengan hanya 3 persen.

Pemilu 2004 menghasilkan tujuh partai yang menguasai 84% jumlah kursi, yaitu Partai Golkar, PDI-P, PKB, PPP, PD, PKS, dan PAN. Dari tujuh partai itu, beberapa mengalami perpecahan. Dari Golkar muncul partai Hanura, dari PDI-P muncul PDP, dari PKB muncul PKNU, dari PAN muncul PMB.

Dengan asumsi bahwa Hanura akan meraih sebagian suara Partai Golkar yang hilang, demikian pula dengan PKNU meraih sebagian suara dari PKB yang hilang dan PMB dari suara PAN yang hilang, ditambah perolehan suara PDIP yang bertambah, maka partai-partai yang menguasai kursi DPR pada 2009 tak jauh berbeda dengan kursi DPR 2004.

Bagaimana peluang partai-partai baru? Meski belum ada lembaga yang melakukan survei perkiraan pemilih partai-partai baru, gelagatnya tetap tak beranjak jauh dari potret Pemilu 2004, kira-kira partai yang akan bisa mempunyai fraksi di DPR tidak akan lebih dari sepuluh, bahkan mungkin kurang dari itu. Pendiri dan aktivis partai baru sama sekali tidak memerhatikan peta politik pemilu 2004 sehingga mereka tidak sadar bahwa kursi yang diperebutkan partai baru itu hanya sekitar 20% dari jumlah kursi.

Itu berarti, kepemimpinan politik 2009 masih dikuasai oleh partai-partai yang menguasai lembaga legislatif hasil Pemilu 2004. Sementara itu, di lembaga eksekutif, terutama untuk posisi Presiden, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009) belum tergeser. Prediksi soal siapa pemimpin eksekutif 2009-2014 didasarkan pada gerakan politik pendukung SBY yang terbilang solid dan banyaknya partai yang tampak gamang mencalonkan kadernya sendiri.

Memang, PDIP telah menyebut Megawati Soekarnoputri sebagai bakal calon presiden dan PBB juga mencalonkan Yusril Ihza Mahendra sebagai bakal calon presiden. Namun, kedua bakal calon presiden ini dipandang tak cukup menjadi capres unggulan. Kita tunggu saja. [OI, Perspektif, Tahun III Edisi 109, 21-27 Juli 2008]


Label:

0 komentar: